Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini berawal dari surat imbauan yang ia baca langsung dari arahan Menteri Dukbangga, Wihaji.
“Saya membaca dari imbauan Bapak Menteri Kependudukan, ada gerakan Ayah Mengambil Rapor, lalu kami undang orang tua murid dan diusahakan yang datang bapak-bapaknya,” ujar Esti.
BACA JUGA: Operasi Lilin Candi 2025, Polres Batang Siapkan Layanan Chat hingga 353 Personel
Surat undangan pengambilan rapor secara khusus menyebutkan agar ayah hadir langsung jika memungkinkan. Menurut Esti, respons orang tua sangat menggembirakan sejak pagi hari.
“Alhamdulillah, dari undangan jam 07.30, orang tua sudah datang bapak-bapaknya untuk mengambil rapor,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa waktu pagi dipilih agar para ayah tetap bisa berangkat bekerja setelah mengambil rapor.
“Pagi karena orang tua nanti bekerja, sehingga datang bertemu guru, mengambil rapor, lalu pulang secara bergilir dari kelas 1 sampai kelas 6,” ujarnya.
Esti mengaku kerap bertanya langsung kepada para ayah mengenai kehadiran ibu.
“Saya tanya, ‘Gimana Pak, Ibu ke mana?’, lalu dijawab ‘Ibu masih jualan atau mengurus anak kecil, jadi saya yang mengambil rapor’,” tuturnya.
Biasanya, sekitar 80 persen pengambil rapor adalah ibu, namun tahun ini kondisinya berubah signifikan.
“Tahun-tahun sebelumnya 80 persen yang mengambil ibu-ibunya, tapi hari ini sudah banyak bapak dari kelas 2, 3, 4, sampai kelas 6,” kata Esti.
Ia menilai Program Ayah Mengambil Rapor membuka ruang komunikasi yang lebih seimbang antara sekolah dan keluarga.
“Biar nanti kita bisa saling komunikasi dengan orang tua bagaimana perkembangan anak, tidak hanya ibu, tapi ayah juga,” ujarnya.
Esti menyebut banyak ayah yang mengaku senang bisa hadir langsung dan berdialog dengan guru.
“Ada yang bilang senang, walaupun sebenarnya sedang kerja, tapi disempatkan karena ada surat itu,” katanya.
Para ayah juga merasa lebih percaya diri mengetahui langsung kondisi akademik anak mereka.