GROBOGAN, diswayjateng.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Grobogan mencatat, bahwa selama tujuh pekan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tembus hingga 144 kasus.
Detail rinciannya, pada 1 - 31 Januari 2025 terdapat 110 kasus, kemudian pada 1 – 23 Februari 2025 terdapat 34 kasus dengan satu pasien meninggal dunia.
Secara komulatif, total kejadian kasus DBD dalam rentang waktu itu, yakni jumlah Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) ada sebanyak 366 laporan. Dengan rincian demam dengeu 126 kasus, DBD 143 kasus dan Dengeu Shock Syndrome (DSS) satu kasus.Jika dihitung kasus DBD-nya, maka DBD ditambah DSS (143+1) menjadi 144 kasus, dengan rata-rata angka kejadian DBD sembilan per 100 ribu penduduk. Adapun jumlah kematian satu kasus atau masih 0,69%. Dan untuk persentase angka bebas jentiknya adalah 85,45%.
Kepala Dinkes Kabupaten Grobogan, dr Djatmiko, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus DBD. Pertama, melakukan penyelidikan epidemiologi pada tiap kasus DBD yang terjadi. Hal ini dilakukan oleh para petugas di puskesmas masing-masing.
“Tujuannya untuk mengkaji sumber penularan serta faktor risiko penularan DBD,” jelasnya kepada diswayjateng.id, Sabtu (1 Maret 2025).
dr Djatmiko melanjutkan, berikutnya, mengedukasi masyarakat serta pemangku kebijakan agar ikut aktif dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di lingkungan masing-masing, yakni berkoordinasi dengan RT/RW serta pemerintah desa maupun lewat siaran radio, website, dan Baliho.
“Juga pembagian larvasida kepada rumah tangga dengan dibantu kader dan tokoh masyarakat,” imbuhnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Grobogan ini menambahkan, tidak hanya di tengah masyarakat, tapi PSN juga dilakukan di lingkungan sekolah lewat pengaktifan UKS di masing-masing sekolah. Termasuk imbauan kepada anak-anak agar memakai pakaian lengan panjang dan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
“Berikutnya melakukan fogging focus di lokasi kejadian kasus DBD yang memenuhi kriteria fogging, untuk menurunkan populasi nyamuk serta psikologis masyarakat yang cemas karena kejadian kasus DBD di lingkungannya,” terangnya.
Selain itu, dilakukan upaya deteksi dini serta kewaspadaan pada kasus berobat di layanan kesehatan, baik puskesmas, RS, dan klinik. Untuk kasus anak demam lebih dari 2 sampai 3 hari, dilakukan cek laboratorium darah lengkap atau pemeriksaan rapid tes DBD. Kemudian, meningkatkan kapasitas Nakes medis melalui workshop tatalaksana DBD.
“Terakhir, penguatan sistem kewaspadaan dini dan surveilans epidemiologi DBD oleh puskesmas, RS, dan Klinik. Lalu, melakukan telaah kasus kematian DBD untuk mengetahui faktor resiko penyebabnya,” pungkasnya.