Tuntut Kesetaraan dan Kesejahteraan, Himpaudi Curhat ke DPRD Kudus

Kamis 19-12-2024,07:41 WIB
Reporter : Arief Pramono
Editor : Laela Nurchayati

KUDUS, diswayjateng.id -   Kalangan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendesak DPRD Kudus untuk mengawal pembahasan kesetaraan dan kesejahteraan guru PAUD non formal di DPR RI. Sebab selama ini, guru PAUD non formal tidak mendapatkan hak setara dengan guru formal.

Tuntutan kesetaraan dan kesejahteraan tersebut terungkap saat audiensi sejumlah guru yang tergabung dalam Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Kudus, bersama Komisi D DPRD Kudus, Rabu 18 Desember 2024.

Kedatangan pengurus Himpaudi menuntut kesetaraan dan kesejahteraan itu disambut Komisi D DPRD di ruang VIP Gedung DPRD Kudus. Dalam audiensi itu, Himpaudi juga mengadukan kecilnya honor yang mereka terima selama ini.

Ketua Himpaudi Kabupaten Kudus, Mujiwati mengatakan, kalangan guru PAUD non formal selama ini tidak mendapatkan hak yang setara dengan guru formal. Alasannya terganjal oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

BACA JUGA:Kalahkan 41 Peserta FTP 2024, Teater Lembah Manah dan Teater Jangkar Bumi Kudus Tampil Juara

BACA JUGA:Diduga RSUD Tolak Pasien, DPRD Kudus Angkat Bicara

Mujiwati menyebut ada sebanyak 1.300 guru yang tergabung dalam Himpaudi Kudus. Seribuan guru tersebut mengajar di 250 lembaga pendidikan. Diantaranya Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA) dan Satuan Paud Sejenis (SPS).

“Untuk jumlah total guru PAUD di Kudus ada 2.500 guru yang mengajar di 457 lembaga pendidikan, itu termasuk TK. Kalau yang tergabung di Himpaudi ada 1.300 guru,” ungkap Mujiwati.

Dengan kondisi itu, Himpaudi memohon bantuan DPRD Kudus untuk diberikan kesetaraan yakni turut diformalkan. Sebab selama ini pendidik dan tenaga kependidikan usia dini masih berstatus nonformal.

“Kami selama ini memang masih nonformal. Belum bisa masuk ke dalam Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen. Kami mohon dibantu oleh DPRD Kudus agar aspirasi kami bisa diakomodir di DPR RI, untuk bisa diakui sebagai guru,” terang Mujiwati.

BACA JUGA:Sempat Rival di Pilkada, Sekretaris Jaksa Agung Edy Birton dan Hartopo Masuk Jajaran PCNU Kudus

BACA JUGA:Festival Senengminton 2024, Upaya PBSI Kudus Tumbuhkan Kecintaan Bulu Tangkis Sejak Dini

Ketika nantinya diakui sebagai guru oleh UU yang berlaku, kata Mujiwati, maka para tenaga pendidik bisa mendapatkan hak-haknya. Sebab selama ini, mereka belum mendapatkan haknya.

“Padahal kewajibannya sama dengan guru formal. Seperti akreditasi kami mengikuti, semua kurikulum kami jalankan. Namun kami belum mendapatkan kesetaraan tersebut,” bebernya. 

Honor Guru PAUD Tak Layak

Disinggung terkait honor, imbuh Mujiwati, hal itu sesuai dengan lembaga masing-masing. Namun rata-rata masih jauh dari kata sejahtera dan layak. 

“Rata-rata kami menerima honor itu antara 200 ribu sampai 300 ribu rupiah per bulan. Namun ada juga  yang mendapatkan honor hanya 100 ribu sebulan,” imbuhnya. 

BACA JUGA:Perlu Kemasan Menarik, FK Deswita Kudus Siap Percantik Puluhan Desa Wisata

BACA JUGA:Jadi Momok Penyakit Menakutkan, RSUD Kudus Hadirkan Notifikasi Cegah Penularan TBC

Merespon aspirasi Himpaudi, Ketua Komisi D DPRD Kudus, Mardijanto mengaku siap mengawal dan mengakomodir aspirasi para tenaga pendidik PAUD terkaitan tuntutan kesetaraan dan kesejahteraan.

“Mengingat mereka sudah mengabdi puluhan tahun. Ke depan akan kita akomodir aspirasi dari Himpaudi Kudus. InsyaAllah aspirasinya nanti bisalah kita usulkan dan kita cover,” ucap Mardijanto.

Mardijanto mengaku terharu saat mendengar masih ada guru PAUD di Kudus yang hanya digaji Rp100 ribu per bulan. Ia menilai honor tersebut sangat minim sekali dan jauh dari kata sejahtera.

“Beliau-beliau ini (Himpaudi) adalah pejuang pendidikan. Nanti mereka juga harus masuk bagian dari guru swasta yang mendapatkan honor 1 juta sebulan sesuai visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati Kudus terpilih. Nantinya akan kita kawal,” pungkasnya.

 

Kategori :