Hari Wayang, Sragen Punya Wayang Purba Adopsi Sejarah Museum Sangiran

Kamis 07-11-2024,17:53 WIB
Reporter : Mukhtarul Hafidh
Editor : Wawan Setiawan

SRAGEN, jateng.disway.id - Peringatan Hari wayang, ternyata Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen yang masuk klaster kawasan purbakala Sangiran. Desa ini memiliki ciri khas yang belum banyak diketahui khalayak umum, salah satunya wayang purba. Seperti apa keunikannya?

Kreativitas anak muda dan pegiat seni menjadi salah satu senjata mengenalkan suatu wilayah. Bertepatan dengan hari wayang ! wayang purba kini menjadi produk kebudayaan dan karya seni Desa Ngebung. 

Wayang purba ini diciptakan seniman setempat yakni Joni Susanto pada 2020 lalu. Namanya Wayang Purba Ngebung Ngremboko. Hingga kini wayang purba sudah memiliki lebih dari 30 karakter.

Berbeda dengan wayang kulit, yang mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata. Wayang purba ini mengambil referensi dari hasil penelitian manusia purba di Sangiran. Kemudian cerita digubah dan terus dikembangkan sebagai sarana edukasi.

”Wayang purba ini secara visual menggambarkan bentuk manusia purba. Ceritanya soal kehidupan zaman purba. Kurang lebih sekelompok makhluk yang diperkirakan hidup sebelum era nabi Adam,” terangnya.

 

Ceritanya pun lebih sederhana, hasil pengembangan dari penelitian yang dianalisis. Tentu tetap menggunakan imajinasi sebagai bagian dari penggambaran cerita. Karena pada saat era manusia purba, mereka masih nomaden, berburu, meramu dan tidak meninggalkan manuskrip.

”Penggambarannya mereka bagaimana bertahan hidup dan mencari makan. Selain juga bertahan dari cuaca dan alam. Termasuk hewan buas pada era tersebut. Di era itu dari hasil penelitian, mereka juga belum mengenal pembuatan dan pemanfaatan api,” terang Joni.

Dalam menampilkan wayang purba, Joni menyampaikan prolog atau sinopsis cerita sebagai pengantar. Kemudian pembukaan, konflik dan ending.

”Membutuhkan waktu lebih singkat, seperti pementasan drama. Tak selama wayang kulit. Namun tetap disisipi dialog komedi atau guyonan agar penonton juga tertarik,” ujar Joni.

Sementara itu, didalalam pementasannya, penampilan wayang Purba menggunakan alat pengiring seperti kalimba, bas, kentongan, simbal, drum, batu, dan suara dari plastik untuk membuat efek. Pihaknya juga terus mengembangkan musik pengiring kontemporer untuk pementasan wayang purba.

”Untuk iringan musik masih terus kami kembangkan. Terakhir kami pementasan di Manyarejo sekira 1,5 jam,” ujar kreator wayang purba ini.

Sebelum menuangkan karya seni wayang purba. Dirinya terlebih dulu menuangkan dalam karya lukisan, wayang tersebut sebagian menggunakan bahan kulit. Namun karena penambahan karakter, beberapa menggunakan duplex untuk menghemat biaya produksi.

Setelah menuangkan ekspresinya, wayang purba semakin dikenal. Sejak 2021 selalu menggelar pementasan di Punden Mbah Anti Ngebung, kemudian mengisi acara di Sangiran dan pasar budaya Manyarejo. Dia menekankan wayang purba ini merupakan salah satu ikon desa Ngebung dan akan terus berkembang. Selain itu menjadi bagian dari paket wisata Sangiran.

”Untuk sanggar sementara masih pakai rumah saya sendiri. Namun beberapa sekolah juga sudah berkunjung dan tertarik untuk belajar terkait kepurbakalaan melalui wayang purba,” terangnya.

Kategori :