DEMAK, jateng.disway.id - Implementasi kurikulum Merdeka Belajar yang dimulai pada tahun 2021 tampaknya masih dijalankan dengan tergagap - gagap di sekolah - sekolah di berbagai wilayah di Indonesia.
Permasalahan sumber daya manusia (SDM) baik pendidik maupun anak didik serta komponen pendidikan sekolah lainnya masih menjadi persoalan, terlebih di sekolah yang belum siap menerima kurikulum merdeka belajar. Salah satunya di Kabupaten Demak mana permasalahan anak putus sekolah masih menjadi persoalan.
Terkait hal tersebut Dwi Isnani, Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan PNF Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak, menyampaikan bahwa penanganan anak yang tidak bersekolah di Kabupaten Demak diperlukan kolaborasi lintas sektor serta melibatkan pemangku kepentingan.
"Persoalan anak tidak sekolah bukan hanya tanggung jawab Dinas Pendidikan atau Kementerian Agama semata, namun juga lintas sektor guna mendorong optimalisasi sumber pembiayaan pendidikan," ucapnya kepada jateng.disway.id usai acara Sosialisasi Sosialisasi Penanganan Anak Tidak Sekolah, Kamis 31 Oktober 2024.
BACA JUGA: Tenaga Pendidik Salatiga Harus Siap Hadapi Modernisasi Pendidikan
BACA JUGA: Satu Data Indonesia Sajikan Data Pendidikan di Kudus Presisi dan Akurat
Ia meneruskan bahwa tantangan utama anak tidak sekolah adalah rendahnya motivasi belajar pada anak, kurangnya dukungan dari keluarga, serta data yang belum lengkap
“Penyediaan data yang lengkap serta proses verifikasi dan validasi menjadi tantangan besar bagi tim penanganan anak tidak sekolah untuk dapat menyusun dan melaksanakan rencana aksi daerah,” jelas Dwi.
Sementara terkait motivasi salah satu orang tua murid menyebut bahwa kurikulum merdeka belajar sebenarnya adalah kurikulum yang tepat, sayangnya tidak semua memahami tujuan utamanya dan memilih menganggap sebagai kurikulum yang mengalami kemunduran.
"Ya, saya sebagai orang tua melihat anak yang tidak sekolah karen motivasinya kurang ya gemas. Karena sebenarnya dengan kurikulum merdeka belajar anak itu justru dipacu untuk bersaing dengan dirinya sendiri agar menjadi siswa yang lebih baik dari dirinyta kemarin," ucap Mardiana (38) orang tua murid di Demak.
BACA JUGA: Kualitas Pendidikan Go Internasional, Somalia Fasilitasi Mahasiswanya Kuliah di UMKU
BACA JUGA:Universitas Bima Sakapenta Diresmikan, Siap Jadi Institusi Pendidikan Unggul
"Enak lho mereka sekarang ini (siswa -red) tidak ada rangking dan tidak ada tidak naik kelas, mereka ditutut faham apa yang mereka pelajari dan dikembangkan. Jadi saya harap betul agar menteri yang baru mempertahankan kurikulum ini namun memperbaiki hal - hal yang tidak pas, terutama pelaksanaanya di Desa. Ngurusi cah ndeso dan cah kota itu lain," terangnya.
Di sisi lain, Kepala Bidang Pemerintahan dan Administrasi Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermades) P2KB, Afifurrahman, menekankan pentingnya peran pemerintah desa dalam menangani masalah ini, di mana anak yang termasuk kategori tidak sekolah adalah mereka yang berusia antara 7 hingga 18 tahun.
Afifurrahman juga menyebutkan bahwa optimalisasi penggunaan dana desa merupakan salah satu solusi dalam menghadapi masalah ini.