Mitos Telaga Sarangan: Sepasang Kekasih Tidak Boleh Berkunjung

Selasa 18-07-2023,16:03 WIB
Reporter : Dewi Salsabila
Editor : Dewi Salsabila

DISWAYJATENG.ID -  Bukan Indonesia namanya bila menemukan mitos-mitos diwilayah tertentu apa lagi di kawasan wisata alam. Pernah mendengar Tempat Wisata Telaga Sarangan? Iya lokasi ini juga tak luput dari mitos-mitos yang cukup menyeramkan.

 

Namun bukan menyeramkan yang berhubungan dengan makhluk halus, tetapi lebih kepada kepercayaan bahwa pasangan yang mengunjungi telaga tersebut akan putus bila menyambangi telaga sarangan. Hayo sudah siap untuk menjomblo? 

 

Namun, memang harus selalu diingat bahwa seseorang wajib selalu menjaga sikap, di mana pun berada, demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan. 

Lantaran hanya sekadar mitos, ada yang memang beneran putus setelah pacaran di Telaga Sarangan, tapi ada juga yang tetap langgeng hingga jenjang pernikahan. 

 

 

Telaga Sarangan atau di Magetan, Jawa Timur merupakan tempat wisata alam yang populer bagi wisatawan lokal.

Lokasi Telaga Sarangan berada diketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl), tepatnya ada di Jalan Raya Telaga Sarangan, Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Suhu udaranya juga cenderung dingin yakni berkisar antara 15-20 derajat celsius, sehingga, sangat nyaman untuk tempat liburan, dikutip dari   Sarangan.magetan.go.id , Sabtu (4/6/2022).

Selain, tempatnya yang sejuk dan indah, pengunjung di Telaga Sarangan bisa menjajal berbagai aktivitas, mulai dari naik speed boat hingga menunggang kuda.

Dilansir dari Kompas.com ini adalah legenda Telaga Sarangan 

Legenda Telaga Sarangan  Telaga Sarangan diketahui terbentuk secara alami dan punya luas mencapai 30 hektar, uniknya di bagian tengahnya ada sebuah pulau. 

Penduduk setempat menganggap bahwa pulau tersebut adalah tempat keramat, serta dipercaya sebagai lokasi bersemayamnya rog leluhur, yakni kyai pasir dan nyai pasir.

adanya dua sosok tersebut, adalah alasan mengapa banyak orang yang menyebut danau alami tersebut dengan nama telaga pasir. 

Kyai dan Nyai Pasir adalah pasangan suami istri yang tak kunjung diberikan momongan, meski sudah berumah tangga selama bertahun-tahun. 

 

Lantaran tak kunjung mendapatkan anak, merak kemudian bersemedi dan meminta agar segera diberikan anak kepada Sang Hyang Widhi. Setelah berdoa, akhirnya mereka dikaruniai seorang anak laki-laki, bernama Joko Lelung. 

 

Dalam meneruskan hidup dan mencukupi kebutuhan, mereka diketahui mengandalkan kemampuan dalam bercocok tanam dan juga berburu.  Merasa bahwa pekerjaanya cukup berat, Kyai dan Nyai Pasir, meminta agar diberikan kesehatan dan umur panjang kepada Sang Hyang Widhi. 

 

Saat tengah bersemedi, keduanya mendapatkan petunjuk. Agar doanya bisa terkabul, mereka harus bisa menemukan dan memakan telur di dekat ladang. Nyai Pasir pun menemukan telur yang dimaksud dan membawanya pulang ke rumah untuk dimasak. Telur lalu dimakan oleh Kyai dan Nyai Pasir. Selesai menikmati telur tersebut, Kyai Pasir pun memutuskan pergi ke ladang, tapi saat dalam perjalanan sesuatu yang aneh terjadi, badannya menjadi terasa panas dan gatal.  Rasa yang terlalu gatal tersebut, membuat Kyai Pasir menggaruknya hingga kulitnya menjadi lecet di sekujur tubuh. 

 

Tubuh Kyai Pasir pun berubah menjadi ular naga raksasa, dan ternyata hal serupa juga terjadi pada Nyai Pasir. 

 

Dua orang yang telah berubah menjadi ular naga itu pun berguling-guling di pasir, sehingga menimbulkan cekungan yang semakin besar dan dalam di tanah.  Kemudian, dari cekungan tersebut keluarlah aliran air yang sangat deras dan memenuhi cekungan. 

 

Saat, Kyai Pasir dan Nyai Pasir mengetahui bahwa mereka punya kekuatan besar, kedunya ingin membuat cekungan raksasa agar bisa menenggelamkan Gunung Lawu.  Joko Lelung yang mengetahui niat jahat kedua orangtuanya, akhirnya bersemedi agar mereka tak jadi melakukan hal buruk tersebut.  Sang Hyang Widhi pun mengabulkan permintaan Joko Lelung, lalu Kyai dan Nyai Pasir bisa berhenti membuat cekungan. 

 

Meski berhenti, cekungannya masih tetap ada dan terisi air hingga penuh, kemudian terbentuklah Telaga Sarangan.

 

Sementara itu, Kyai dan Nyai Pasir disebutkan secara perlahan berubah menjadi mahluk tak kasat mata.  Pasangan suami istri itu, dipercaya diberikan anugerah umur panjang dan dipercaya masih menunggu Telaga Sarangan sampai saat ini.  Meski hanya legenda, banyak penduduk yang memercayai kisah tersebut, dan setiap menjelang bulan Ruwah atau puasa, masyarakat sekitar akan menggelar upacara bersih desa.  

 

Ada juga upacara labuh sesaji, yakni memberikan hasil desa untuk tolak bala, hal tersebut dilakukan dalam memperingati terbentuknya Telaga Pasir. Upacara itu juga dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada roh leluhur, yakni Kyai dan Nyai Pasir yang merupakan cikal bakal Desa Sarangan. 

(*)

Kategori :