Oleh :
Dr Dien Noviany Rahmatika SE MM AK CA
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal
Hingga hari ini, publik masih terus belum dilupakan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang diduga ada di Kementerian Keuangan. Laporan transaksi janggal ratusan triliun itu bersumber dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) dari hasil analisa sepanjang tahun 2009-2023. Semua data yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan adalah transaksi terkait kasus yang ada di kepabeanan, cukai, dan pajak.
Diantaranya Gayus Tambunan mantan pegawai Pajak golongan IIIA, tapi memiliki kekayaan sekira Rp 100 miliar, padahal gajinya Rp 12,1 juta per bulan. Gayus kemudian ditangkap atas dugaan kasus Mafia Pajak oleh Bareskrim Polri pada 2010, dengan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurangan, yang juga merupakan keberhasilan dari PPATK.
Kasus transaksi Rp 349 Trilyun mencurigakan tersebut menjadi viral, dengan berawal dari kasus penganiayaan remaja, yang berujung pada pencopotan sang Bapak sebagai salah satu pejabat di Kemenkeu dan terus melebar menjadi kasus yang banyak diperbincangkan karena dugaan kuat terjadi ketidakpatuhan dan potensi tindak pencucian uang yang dilakukan. Kasus ini juga semakin meruncing, tatkala rapat dengan Komisi XI DPR RI Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap transaksi janggal dengan bukti berita acara penyerahan informasi transaksi janggal yang diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 349 triliun.
Dikesempatan lain, Menteri Keuangan juga telah memaparkan transaksi Rp 349 triliun dalam 300 surat dari PPATK yang awalnya tidak berisikan angka sejak 2009 hingga 2023. Dari penelusuran yang telah dilakukan, 200 surat yang berisi laporan analisis dari PPATK. Rinciannya, 135 surat terkait perusahaan dan pegawai Kemenkeu dengan transaksi mencurigakan senilai Rp 22 triliun. Dari nilai tersebut Rp 18,7 triliun dilakukan oleh perusahaan dan Rp 3,3 triliun oleh PNS Kemenkeu. Sebanyak 65 surat dengan nilai transaksi mencurigakan senilai Rp 253 triliun.
Jika dianalisa, kejadian ini menunjukan adanya titik lemah yang ditunjukan dengan disharmonisasi antar lembaga. Dugaan atas kasus fraud (kecurangan) menjadi akibat dari kurangnya pengendalian Management Control System (MCS), internal control dan kekosongan Sistem Operasional Prosedur (SOP) yang bisa membawa potensi kerugian negara.
Meskipun sudah dibantah, Kemenkeu dan PPATK menyatakan Transaksi Rp300 Triliun bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi atau TPPU Pegawai Kemenkeu, hal ini menjadi kejadian yang tidak bisa dilupakan masyarakat begitu saja. Beberapa langkah telah dilakukan beberapa lembaga untuk mecari titik temu dari permasalahan, dengan harapan kedepannya perbaikan yang selalu harus dilakukan dengan continous improvement.
Perubahan sistem implementasi secara penuh sistem ini administrasi perpajakan alias core tax administration system (CTAS) mulai tahun 2024 juga diharapkan bisa menjadi jembatan mengurangi interaksi antara wajib pajak dengan petugas. Lembaga juga harus selalu mengawal tindakan koruptif pegawainya dengan tidak membiarkan life style berlebihan yang pada akhirnya membawa kecurigaan masyarakat. Demikian juga dengan modus lain, yaitu harta fantastik yang tidak dilaporkan dalam LHKPN, penyembunyian harta dalam bursa saham, dan pencucian uang yang lain dengan tujuan tidak terendus aparat hukum.