Oleh : Dahlan Iskan
SAMA sekali tidak sengaja. Tidak janjian. Saya bertemu orang yang kekayaannya naik Rp 30 triliun hanya dalam dua tahun itu (Baca Disway: Durian Low): Datuk Low Tuck Kwong. Di lokasi yang begitu jauh. Di pedalaman Kaltim yang sangat dalam.
Hari itu, sebenarnya, saya akan bermalam di mess staf kontraktor tambang milik Haji Aseng (Baca Disway: Haji Aseng).
Saya sudah taruh tas di salah satu kamar di mess itu. Saya juga sudah menyumbangkan air tubuh di toiletnya. Bahkan saya sudah merencanakan mandi sebelum tidur dari air di ember di pojok kamar mandi itu.
Sore yang panas. Tas itu kami tinggal di kamar. Kami keliling kawasan pertambangan di daerah hulu antara sungai Senyiur dan sungai Belayan –dua anak sungai Mahakam.
Tiga jam kami bermobil. Lewat jalan-jalan lebar yang dibangun khusus untuk angkutan batu bara. Truk yang lewat pun khusus. Besar dan besar sekali.
Satu truk bisa mengangkut 100 ton batu bara. Ada yang bisa sampai 180 ton –bak truknya digandeng. Kami melewati jalan sepanjang 70 km untuk bisa sampai ke tambang.
Lalu mampir ke kebun binatang.
Hahaha… Ada kebun binatang di situ.
Tidak kaleng-kaleng.
Luasnya lebih 200 hektare. Pemiliknya: Bayan Resources. Datuk Low, si penguasa tambang di situ.
Kebun binatang ini ternyata tidak jauh dari mess Haji Aseng.
Di tengah kebun binatang itu ada seperti club house. Bentuknya villa-villa. Ada juga tempat minum kopi. Ruang rapat. Dan gym. Di situlah para eksekutif Bayan bermalam. Kalau lagi datang ke lokasi tambang.
Haji Aseng mengajak saya minum kopi dulu. Di kompleks villa-villa itu. Kami sudah berjam-jam keliling kawasan. Waktunya istirahat. Lihat kebun binatangnya besok pagi saja.
Kedatangan saya di villa itu, rupanya, langsung diinformasikan ke manajemen mereka di Jakarta. Maka saya pun diminta bermalam di salah satu villa di situ.
“Saya di mess Haji Aseng saja,” jawab saya. Saya ngotot pilih tetap tinggal di mess. Saya tidak mau Haji Aseng punya pikiran “Dapat istri muda yang lebih cantik, yang tua ditinggalkan”.