Kota Semarang Sukses Tekan Kasus DBD dengan Inovasi CKRAWALA BUANA Berbasis Data dan Cuaca

Petugas Kesehatan Kota Semarang memantau jentik nyamuk DBD.--istimewa-Wahyu Sulistiyawan
SEMARANG, diswayjateng.id- Pemerintah Kota SEMARANG berhasil memetakan risiko, dan memperkuat respons deteksi dini nyamuk Aedes aegypti, vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD).
Dengan langkah adaptif berbasis data layanan bernama CKRAWALA BUANA (Analisis Situasi Kesehatan Masyarakat dengan Sistem Kerentanan Wilayah Kesehatan Berbasis Analitik Data Pelayanan) dapat membaca potensi risiko wilayah.
Kota Semarang, sebagai wilayah pesisir dengan topografi perbukitan dan dataran rendah, termasuk daerah dengan potensi tinggi terdampak penyakit berbasis iklim tersebut.
Sejak tahun 2023, Dinas Kesehatan Kota Semarang telah menjalankan langkah adaptif berbasis data layanan bernama CKRAWALA BUANA (Analisis Situasi Kesehatan Masyarakat dengan Sistem Kerentanan Wilayah Kesehatan Berbasis Analitik Data Pelayanan).
BACA JUGA:Perbaikan Talud Longsor di Bongsari Akan Ditangani Disperkim Kota Semarang
BACA JUGA:Tradisi Sedekah Bumi dan Apitan, Ini Pesan Wali Kota Semarang untuk Generasi Muda!
"Inovasi ini lahir dari kebutuhan akan sistem yang mampu merespons cepat dinamika penyakit berbasis iklim," kata Abdul Hakam, Kepala DKK Kota Semarang.
Melalui integrasi data kesehatan dan informasi cuaca, CKRAWALA BUANA tidak hanya memetakan risiko, tetapi juga memperkuat respons deteksi dini dan intervensi terfokus pada wilayah paling rentan secara kolaboratif.
Salah satu kekuatan CKRAWALA BUANA, lanjut Hakam terletak pada kemampuannya membaca potensi risiko wilayah. "Dengan integrasi data spasial, peta kerentanan wilayah terhadap DBD diperbarui secara periodik sebagai dasar pengambilan keputusan," imbuhnya.
Data terbaru tahun 2025 menunjukkan sejumlah wilayah dengan potensi dampak DBD tinggi, antara lain, Cangkiran, Polaman, Bulustalan, Lamper Kidul, Terboyo Kulon, Karangturi, Kebonagung, Rejomulyo, Brumbungan, Miroto, Kranggan, Purwodinatan, Kauman, Bangunharjo, Kembangsari, Pandansari, Pendrikan Kidul, Cabean, dan Randugarut.
"Pemetaan ini menjadi panduan penting bagi berbagai pihak untuk menyesuaikan intervensi. tidak hanya untuk tim kesehatan, tapi juga masyarakat sebagai garda terdepan dalam pemberantasan sarang nyamuk," imbuh Hakam.
Inovasi CKRAWALA BUANA membuktikan efektivitasnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang, angka Incidence Rate (IR) DBD menurun dari 23/100.000 penduduk pada tahun 2023, menjadi 19 di tahun 2024.
Dan hanya 4 hingga bulan April 2025. Tak hanya itu, Case Fatality Rate (CFR) juga menunjukkan penurunan signifikan dari 16 kasus kematian di tahun 2023, menjadi 6 kasus di 2024, dan hanya 2 kasus hingga April 2025.
Penurunan ini menjadi indikasi keberhasilan pendekatan CKRAWALA BUANA dalam membaca tren penyakit dan menyesuaikan strategi respons sebelum lonjakan kasus terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: