Jelang Ramadan, Warga Lembasari Kabupaten Tegal Usia 50 Tahun Belajar Alquran
![Jelang Ramadan, Warga Lembasari Kabupaten Tegal Usia 50 Tahun Belajar Alquran](https://jateng.disway.id/upload/86df5d20992f53ad1837521005f3cb50.jpg)
MENGAJI - Sejumlah warga yang berusia di atas 50 tahun sedang belajar mengaji, di Desa Lembasari.Foto:Yeri Noveli/diswayjateng.id--
SLAWI, diswayjateng.id - Guna menyambut Ramadhan, berbagai kegiatan keagamaan dilakukan masyarakat Desa Lembasari, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal. Salah satunya, dengan berlatih membaca Alquran atau mengaji. Masyarakat yang mengaji, rata-rata usianya di atas 50 tahun.
"Yah, mereka banyak yang mengaji di tempat kami," kata Pengasuh Majelis Fatahilah Desa Lembasari Seful Aziz.
Majelis Fatahilah ini berdiri di desa tersebut sejak 1970. Kala itu, kondisi masyarakat masih minim dalam pengetahuan mengaji Alquran. Kemudian tokoh ulama Desa Lembasari mendirikan majelis sebagai tempat untuk belajar membaca Alquran.
"Alhamdulillah sampai sekarang masih aktif dalam pembinaan Ubudiyah untuk kalangan masyarakat," ucapnya.
BACA JUGA:Makam Mbah Jeneng Lembahsari Kabupaten Tegal akan Disulap Jadi Wisata Religi
BACA JUGA:Tim Kemenag Uji Hafalan Alquran Siswa SD Muhammadiyah 1 Kota Tegal
Dia menuturkan, jamaah majelis Fatahilah usianya beragam. Mulai dari usia muda hingga usia lansia. Entah pria maupun perempuan. Saat ini, banyak jamaah yang berusia di atas 50 tahun yang sedang belajar membaca Alquran di tempat tersebut.
"Biasanya kalau menjelang bulan Ramadhan memang banyak yang mengaji," ujarnya.
Menurut Seful Aziz, kegiatan mengaji ini sangat penting dan sudah dirasakan oleh seluruh jama'ah. Karena selain pembinaan Ubudiyah, juga sebagai media komunikasi guna memperkuat ikatan spritual dan sosial melalui majelis taklim. Termasuk untuk menanamkan moderasi beragama di tengah tantangan kehidupan modern.
Dia menyatakan, ajaran agama Islam tetap perlu dijalankan dengan pendekatan yang penuh hikmah, menjujung tinggi nilai-nilai perdamaian dan menghormati keberagaman dalam masyarakat.
"Moderasi beragama bukan berarti mengurangi ajaran agama, tetapi menjalankan dengan sikap yang bijak, ramah, dan toleran sebagaimana prinsip ahlussunah wal jama'ah yaitu Tawasuth, tasamuh dan taazun," kata Seful Aziz menjelaskan.
Dia berujar, jamaah majelis itu tidak hanya masyarakat umum, tapi juga tokoh sentral dalam hal ini kepala Desa Lembasari dan tokoh masyarakat lainnya. Hal ini menunjukan dukungan penuh terhadap majelis Fatahilah.
"Jamaah merasa dekat dengan pemerintah tanpa memperdulikan status sosial serta menjaga keharmonisan antar sesama," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: