Dihadiri dari Berbagai Kota, Tradisi Nyadran Leluhur Dukuh Sumurboto Semarang
Sejumlah warga mengikuti tradisi nyadran Mbah Geger dan Mbah Baris yang merupakan leluhur di makam adat Dukuh Sumurboto, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jumat,3 Januari 2025.--Wahyu Sulistiyawan
Dukuh Sumurboto sendiri mencakup 2 Rw dimana Rw 3 terdiri Rt3 hingga rt7, sedangkan di Rw 4 hanya rt 5 yang masuk wilayah tersebut.
Dengan diselenggarakannya tradisi nyadran dukuh Sumurboto ini diharapkan agar silaturahmi warga tetap terjaga dan bisa berkumpulnya antar pewaris bisa bertemu.
Sedikit asal mula cerita munculnya Dukuh Sumurboto bermula dari Mbah Geger dan istri Mbah Baris yang hendak merantau ke Kerajaan Demak untuk mencari pekerjaan dari tempat asalnya Pengging, Boyolali.
Dalam perjalanan, Mbah Geger mendengar ada sayembara untuk melawan para perusuh atau perampok yang sudah mengganggu warga Belanda dan pribumi di Dukuh tersebut.
"Dari berbagai orang yang menerima tawaran tersebut, akhirnya mbah Geger yang berhasil mengusir perampok tersebut dan akhirnya diberikan tanah ini dengan syarat merawat kandang kuda milik Belanda," jelas Hermanto.
Menurut Camat Banyumani, Eka Kriswati, setiap keluarahan di Kecamatan Banyumanik ini selalu ada tradisi nyadran seperti ini, dan ini merupakan bentuk tradisi sebagai sarana menyambung silaturahmi dan gotong royong.
"Hari ini ada 2 kelurahan yang menyelenggarakan nyadran, dan setiap kelurahan selalu melakukan tradisi nyadran seperti ini. Terimakasih, tradisi ini masih berjalan dengan baik, karena filosofoinya mengandung arti yang sangat luas selain menyambung silaturahmi juga menjaga gotong royong setiap warga," jelasnya.
Ia menambahkan, sangat mengapresiasi warga yang masih menjaga tradisi dan leluhur sehingga warga dari luar kota juga ikut berpatisipasi.
"Tadi saya dengar ada yang dari luar kota ikut berpatisipasi dan membawa makanan serta saling tukar makanan tidak lepas juga mendoakan lelurhur di dukuh Sumurboto ini," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: