Dijelek-jelekan Lawan Politik, Untung Wiyono Pilih Diam
Mantan bupati Sragen Untung Wiyono saat jumpa pers di posko pemenangan Bowo - Suwardi--Mukhtarul Hafidh / diswayjateng.id
SRAGEN, diswayjateng.id - Meski kini sedang mendapat serangan politik dari berbagai pihak, sikap kesatria mantan Bupati Sragen, Untung Wiyono, patut diacungi jempol.
Serangan terkait ijazah palsu dan kepemimpinan dinasti melalui spanduk yang beredar dari lawan-lawan politiknya menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen 2024 dihadapi dengan santai.
Politikus senior Sragen itu memilih untuk berdoa diam saja meskipun namanya kini terus menerus dijelek-jelekkan pihak lain.
“Banyaknya spanduk-spanduk itu menguntungkan saya. Orang itu kalau dijelek-jelekkan, dianiaya itu memangnya senang? Siapapun tidak senang. Tetapi saya menanggapinya secara positif. Saya tidak pernah menjelek-jelekkan orang. Dinamika politik ya seperti itu,” ujar Untung Wiyono.
Mantan Bupati dua periode tersebut, memilih no comment dengan memberi istilah "Diam itu Emas, Diam itu Mulia". Hal lain justru ia persilahkan kepada siapa pun yang mengatakan melalui isi spanduk itu.
Dia juga mempersilakan masyarakat untuk memberikan penilaian. Apalagi ketika pihak lawan politiknya menyiapkan tim hukum, Untung menyatakan tidak masalah karena negara ini adalah negara hukum.
“Aku enggak akan menanggapinya. Biarkan masyarakat yang menilai sendiri. Wong gaweane ngelek-elek wong, berarti kuwi sing elek dewe (Orang yang pekerjaannya menjelek-jelekkan orang lain, berarti orang itu sendiri yang jelek),” ujarnya.
Disisi lain, Untung menjelaskan bahwa orang tua dan keluarganya tidak pernah mendapat dididikan untuk menjelek - jelekkan orang. Dia mengungkapkan manusia itu bisa salah, bisa salah, dan bisa benar.
Untung Wiyono baru saja kembali bertanya apa dinasti itu? Untung tidak paham tentang maksud dinasti yang ditudingkan lawan politiknya.
Dia menjelaskan dalam pesta demokrasi kan semua ini pilihan rakyat sehingga bukan dinasti. Dia mengungkapkan dinasti itu sistem politik kerajaan seperti di Kasultanan Yogyakarta.
“Loh ini pilkada, dipilih oleh rakyat, bagaimana bisa disebut dinasti?” ungkapnya.
Ia menilai tudingan soal dinasti itu hanya alasan untuk membikin embrio agar masyarakat mempengaruhi bahwa dinasti itu buruk.
“Dinasti itu bukan jelek. Kalau zaman kerajaan, seorang raja menurunkan takhta ke anaknya itu wajar, seperti di Jogja. Bagi kami sekeluarga, jangankan orang lain yang ngelek-elek, wong sing ngelek-elek anake dewe, kene santai,” ujar Untung.
Bagi Untung yang penting penilaian masyarakat bagaimana. Untung sudah membantu Bupati Sragen selama 10 tahun atau dua periode dan masyarakat bisa membuktikan sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: