Berharap Mahkamah Konstitusi Kembali Ke Marwahnya dalam Memutus Sengketa Pilpres

Berharap Mahkamah Konstitusi Kembali Ke Marwahnya dalam Memutus Sengketa Pilpres

Imawan Sugiharto, Dosen Universitas Pancasakti Tegal --

DISWAY JATENG - Mahkamah Konstitusi saat ini sedang disibukkan dengan agenda pemeriksaan sengketa Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum tanggal 14 Februari 2024 yang lalu. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Anies Baswedan- Muhaminin Iskandar maupun Ganjar Pranowo-Mahfud, MD, sama-sama mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi tentang Keputusan KPU yang telah menetapkan pasangan  Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih Tahun 2024-2029.

Hal menarik dari Permohonan baik yang diajukan oleh Pasangan dengan nomor urut 01 dan 03 tidak berkaitan dengan hasil perolehan suara masing-masing pasangan nomor urut 01, 02 maupun 03. Akan tetapi lebih menitikberatkan adanya dugaan kecurangan yang terstruktur, sistemik dan masif maupun dugaan penyalahgunaan hak (abus de droit) oleh Presiden Joko Widodo serta pelaksanaan asas pemilu jujur dan adil dalam pelaksanaan Pilpres.   

Dapat dikatakan selama ini Mahkamah Konstitusi dalam mengadili baik sengketa Pilkada, Pileg maupun Pilpres lebih menitikberatkan beratkan kepada selisih suara oleh para calon peserta. Tidak salah apabila kemudian masyarakat memberikan stigma bahwa Mahkamah Konstitusi tidak lagi sebagai penjaga konstitusi  (the guardian of constitution), akan tetapi kemudian diplesetkan menjadi Mahkamah Kalkulasi atau Kalkulator dan bahkan sekarang telah berubah menjadi Mahkamah Keluarga, karena adanya putusan perubahan  tentang batas umur Presiden dan Wakil Presiden. 

Sebenarnya pelaksanaan asas jujur dan adil dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pernah diajukan  oleh Pasangan Prabowo Subianto- Sandiaga Uno dalam sengketa Pilpres tahun 2019 yang lalu. Akan tetapi permohonan tersebut ternyata kandas, padahal sebagaimana diketahui penggunaan fasilitas negara banyak digunakan oleh Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam meraih kemenanganya dalam Pemilu Pilpres 2019 yang lalu sebagaimana disebutkan oleh Kuasa Hukum Prabowo Subianto- Sandiaga Uno pada saat itu.

BACA JUGA:Sistem Pemilu, PDIP Siap Menerima Keputusan Mahkamah Konstitusi

Berbagai alat bukti yang apabila dibawa semua mungkin lebih dari satu container atau bahkan lebih yang merupakan bukti surat. Akan tetapi sekali lagi oleh karena pandangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi hanya normatif dan hanya mengadalkan selisih perolehan suara akibatnya permohonan dimaksud ditolak.

Apabila Majelis Hakim pada saat  itu tidak hanya berfokus kepada hasil perolehan suara, akan tetapi mau sedikit menggali makna dan filosofi asas jujur dan adil dalam pemilu, niscaya sekarang atau bahkan ke depan barangkali yang namanya petahana baik kepala negara maupun kepala daerah yang akan ikut dalam konstelasi pemilu akan bertindak hati-hati. Demikian juga penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU-KPUD maupun pengawas pemilu, yaitu  Bawaslu juga akan sangat hati-hati dan bisa tegas dalam bertindak.

Terkesan saat ini dalam pelaksanaan pemilu terutama Pilkada maupun Pilpres, pihak KPU maupun Bawaslu hanya mencari aman saja dalam memberikan putusanya. Ketua KPU sekarang ini bahkan sudah diberi sanksi berupa teguran keras selama beberapa kali. Seharusnya apabila sudah beberapa kali mendapatkan sanksi yang tegas Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga berani bertindak tegas untuk memberhentikan Penyelenggara maupun Pengawas Pemilu yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran. 

Masyarakat saat ini menunggu bagaimanakah nantinya putusan yang yang akan dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa Permohonan Pilpres oleh Pemohon Pasangan 01 maupun 03.   

Diharapkan Mahkamah Konstitusi kali ini tidak hanya terpaku pada perolehan suara masing-masing Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum tanggal 14 Februari yang lalu. Keputusan Majelis Hakim yang kali ini hanya berjumlah 8 (delapan) orang karena salah satu anggota Majelis, yaitu Anwar Usman sudah diputuskan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dilarang untuk ikut memeriksa sengketa Permohonan Pilpres.

Apakah nantinya  Permohonan sengketa Pilpres dikabulkan ataupun ditolak semuanya akan membawa konsekwensi terhadap penyelenggaraan pemilihan umum, terutama  Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di waktu yang akan datang.

BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Respon Informasi Denny Indrayana, Jubir MK: Dibahas Saja Belum!

Cawe-cawe Presiden jelas sangat kelihatan dalam pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kali ini, mengingat salah satu Calon Wakil Presidenya adalah anak kandungnya sendiri. Sehingga dengan dalih apapun Presiden Joko Widodo akan berupaya maksimal untuk memenangkan anaknya, meskipun cara-cara seperti ini tidak etis apalagi dilakukan oleh Presiden yang masih aktif menjabat.

Dengan segala kemampuanya karena masih berkuasa, Presiden Joko Widodo bisa menggerakan pejabat yang ada di bawahnya mulai dari tingkat Kepala Desa, Gubernur, Bupati, Walikota maupun Menterinya untuk mencapai maksud dan tujuanya tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: