Risiko Pinjaman Online di Era Digital, Ada 3 Hal yang Harus Kamu Tahu
manajemen risiko pinjol--foto kledo
DISWAY JATENG - Pinjol atau pinjaman online menawarkan pendanaan yang cepat, (sebagian besar) tanpa agunan dengan syarat/proses lebih mudah karena dapat dilakukan dengan menggunakan smartphone saja.
Kemudahan tersebut meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkannya apalagi dengan adanya masa sekarang ini yang serba mahal sangat menekan perekonomian sehingga masyarakat lebih memilih meminjam uang melalui pinjol dibandingkan mengajukan kredit ke bank.
Namun, banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan antara pinjol yang terdaftar/berizin oleh OJK dengan pinjol yang tidak terdaftar/berizin oleh OJK sehingga banyak menimbulkan masalah hukum.
Adanya berita seorang ibu di Depok gantung diri karena terlilit utang pinjol, demikian juga dialami pegawai bank perkreditan di Bojonegoro yang bunuh diri karena terlilit pinjol. Pinjol yang tidak terdaftar/berizin menawarkan bunga yang lebih tinggi dari pinjol yang terdaftar/berizin yaitu rata-rata 2 % bahkan bisa lebih dari 3 %, akibat bunga yang tinggi dan adanya keterlambatan membayar mengakibatkan jumlah pinjamannya semakin membengkak.
BACA JUGA: Cara Melunasi Utang Pinjol yang Terlanjur Menumpuk, Perlu Kamu Tahu 8 Langkah Cerdas Ini
Berbeda dengan pinjol yang terdaftar/berizin harus mengacu pada kode etik AFPI yang diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), bahwa jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari. Juga ketentuannya adalah jumlah total biaya, biaya keterlambatan, dan seluruh biaya lainnya maksimal 100% dari nilai pinjaman.
Di sisi lain, karena terdaftar/berizin oleh OJK maka OJK dapat mengawasi kegiatan pinjol tersebut sehingga jika terjadi pelanggaran maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, melakukan kegiatan usaha dan pencabutan izin.
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Lending atau biasa disebut dengan pinjol adalah salah satu inovasi pada sektor jasa keuangan dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman melakukan transaksi pinjam memberi tanpa harus bertemu langsung.
Mekanisme transaksi pinjam meminjam dilakukan melalui sistem yang telah disediakan oleh Penyelenggara Fintech Lending, baik melalui aplikasi maupun laman website. Berdasarkan data di OJK Per 25 Oktober 2021 terdapat 104 perusahaan fintech lending yang berizin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Di sisi lain pinjol menimbulkan risiko yang dihadapi oleh penyelenggara dan pemberi pinjaman. Salah satunya adalah risiko kredit, yaitu risiko kegagalan pihak penerima pinjaman dalam memenuhi kewajiban kepada pemberi pinjaman, dalam hal ini penerima pinjaman telah wanprestasi kepada pemberi pinjaman.
Risiko kredit bertambah besar karena ketiadaan agunan sehingga pemberi pinjaman hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren yang dijamin oleh jaminan umum yang diatur pada Pasal 1131 BW.
BACA JUGA: Ingin Lepas dari Jeratan Pinjol? Inilah 8 Cara Efektif Melunasi Utang Pinjol dengan Lebih Cepat
Salah satu manajemen risiko kredit yang dilakukan oleh OJK, yaitu berkolaborasi dengan AFPI, membuat Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil). Pusat data ini akan memuat informasi terkait calon peminjam yang terindikasi melakukan penipuan (fraud), terlambat membayar pinjaman, dan meminjam lebih dari satu perusahaan fintech lending.
Ada tiga hal utama dalam manajemen risiko penyaluran pinjaman yang dapat didukung oleh Pusdafil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: