Tingkatkan Keterlibatan Alumni, FH UKSW gelar Alumni Lecturer Series

Tingkatkan Keterlibatan Alumni, FH UKSW gelar Alumni Lecturer Series

--

Salatiga (DiswayJateng) - Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menyelenggarakan kegiatan kuliah umum Alumni Lecturer Series (ALS), pada Selasa (31/1/2023). Kegiatan ALS seri 1 bertajuk Tindakan Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan digelar secara online melalui platfom Zoom Meeting.
 
Kegiatan ini menghadirkan tiga alumni FH UKSW sebagai narasumber yaitu Dr. Herbin Marulak Siahaan, S.H.,M.H., alumni FH angkatan 1987 selaku Konsultan Hukum Pidana Internasional, Ernie Yuliati, S.H., M.M., M.Kn.,  alumni FH angkatan 1985 selaku Notaris/PPAT dan Kandidat Doktor Kriminologi UI serta Jati Insan Pramujayanto, S.H., M.H., alumni FH angkatan 1997 selaku Kasubbag Sunproglap- Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindakan Pidana Khusus. Kegiatan ini diikuti sebanyak 420 peserta terdiri dari sivitas akademika FH UKSW, baik pimpinan, dosen, tendik, alumni lintas angkatan, dan mahasiswa.
 
Dalam siaran pers, Minggu (12/2), Dekan FH UKSW, Dr. Umbu Rauta, S.H., M.Hum., menyampaikan  kegiatan ALS adalah salah satu bentuk pelibatan alumni dalam bidang pendidikan dan pengajaran kepada mahasiswa. Adanya kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan keterlibatan alumni untuk terus berkontribusi kepada almamaternya. 
 
“Kegiatan Alumni Lecturer Series berseri ini adalah  kegiatan yang kami rancang untuk 5 tahun kedepan. Ini merupakan wujud kepedulian alumni terhadap almamaternya, banyak alumni yang sudah dilahirkan dari FH UKSW dan saat ini sudah berperan di berbagai bidang pekerjaan. Hal tersebut potensial karena dapat menjadi umpan balik bagi kita untuk lebih mengembangkan kegiatan pengajaran bahkan penelitian”, terang Dr. Umbu Rauta
 
Mahasiswa, diharapkan memperoleh tambahan pengetahuan serta wawasan terkait dengan ilmu hukum secara aktual yang terjadi di masyarakat.
 
Kupas Tindakan Pidana Organized Crime (OC)
 
Ernie Yuliati, S.H., M.M., M.Kn., dalam paparannya tentang “Pengungkapan Informasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) Korporasi dalam Upaya Pencegahan Kejahatan Pencucian Uang”, menyampaikan poin penting yang harus dipahami mengenai Organized Crime. Diungkapnya Organized Crime (OC) menjadi kasus yang yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, melihat fenomena sosial dalam masyarakat.
 
”Berdasarkan rekapitulasi data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang putusan pencucian uang tahun 2020, diperoleh bahwa kejahatan asal didominasi oleh kejahatan narkotika sebesar 31%, korupsi 22% dan penipuan 21 % dengan estimasi nilai kerugian untuk korupsi sebesar Rp 17,4 triluin; penipuan Rp 897 triliun dan narkotika Rp 155 triliun. Aset yang dihasilkan dari OC berupa mobil, rumah, saham dan lain sebagainya dengan profil pelaku yaitu pengusaha, karyawan, pegawai bank, tidak bekerja dan ibu rumah tangga,” paparnya.
 
Tindakan pengungkapan informasi manfaat korporasi berperan penting dalam pencegahan OC. Disamping itu, memastikan pertanggungjawaban badan hukum juga menjadi komponen penting dalam memerangi kejahatan terorganisir.
 
 
 
Narasumber lainnya, Jati Insan Pramujayanto mengupas tentang “Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang”. Disebutnya bahwa saat ini tindakan pencucian uang tidak berfokus pada pemenjaraan pelaku saja, tapi juga berorientasi juga pada pengembalian kerugian negara.
 
“Kebijakan penanganan perkara dibagi menjadi tiga yaitu follow the suspect, follow the money dan follow the asset, bukan hanya sekedar memidana atau memenjarakan pelaku tindakan pidana korupsi tapi sudah benar-benar berorientasi ke pengembalian kerugian negara dan penyelamatan keuangan negara melalui asset recovery,” tegas Jati.
 
Kerangka hukum didasarkan pada UU No 8 Tahun 2010 tetang Pencegahan dan Pemberantasan Tindakan Pidana  Pencucian Uang menjelaskan bagaimana bentuk tindakan pidana yang terjadi.
 
“Tindakan pidana Pasal 3 dan 4 disebut dengan tindakan pidana pencucian uang secara aktif karena di situ ada perbuatan aktif untuk menyamarkan uang. Sekalipun ada juga dalam pasal 4 itu sebagai tempat untuk menyembunyikan, dianggap sebagai pelaku yang turut menikmati hasil tindakan pidana. Sedangkan tindakan pencucian uang pasif ada pada pasal 5 ayat 1 karena tidak adanya tindakan aktif untuk menyamarkan hasil tindak pidana,” lanjut Jati.
 
Adapun Herbin Marulak Siahaan melihat lebih jauh tentang OC secara global. Kejahatan terorganisir bukan sebuah kejahatan yang bersifat lokal melainkan kejahatan yang bersifat lintas negara. Oleh karena itu penting adanya kerja sama internasional untuk membentuk konvensi yang menentang OC.
 
“Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan konvensi penentang kejahatan OC yang mengatur dua bagian penting terkait kewajiban negara peserta konvensi untuk melakukan kriminalisasi. Pertama, kriminalisasi terkait pencucian hasil kejahatan. Kedua, tentang kriminalisasi terhadap korupsi. Disamping itu, perlu memastikan efektivitas pelaksanaan kriminalisasi termasuk dalam pencucian uang. Untuk inilah pemerintah Indonesia dan penegak hukum harus bekerja lebih keras lagi untuk melakukan identifikasi, pelacakan, pembekuan atau penyitaan asset dan perampasan hasil kejahatan,” tegas Herbin.(*)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: