Namun, bagi relawan TBIG, menunda bantuan banjir bandang Sumatera Barat sama artinya membiarkan warga berjuang sendirian di masa paling genting.
Presiden Direktur TBIG, Herman Setya Budi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah yang melanda masyarakat Sumatera Barat.
“Kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban masyarakat yang terdampak, karena TBIG memiliki tim khusus untuk dukungan moril dan materil pada fase tanggap darurat,” kata Herman Setya Budi.
Ia menegaskan kehadiran TBIG di lokasi bencana bukan agenda sesaat, melainkan bagian dari komitmen jangka panjang perusahaan terhadap masyarakat.
Menurutnya, bantuan banjir bandang Sumatera Barat adalah wujud kolaborasi antara perusahaan, pemerintah daerah, dan instansi terkait dalam mempercepat pemulihan.
Kehadiran relawan di tengah warga juga memberi efek psikologis yang penting, karena korban merasa tidak sendirian menghadapi bencana.
Di Nagari Muaro Pingai, warga menyambut bantuan tersebut dengan harapan baru setelah hari-hari diliputi kecemasan.
Beberapa warga mengaku bantuan bahan makanan dan obat-obatan menjadi penopang utama ketika akses ke pusat distribusi masih terhambat.
Dalam konteks yang lebih luas, langkah TBIG memperlihatkan bagaimana peran sektor swasta bisa melampaui kewajiban formal.
Bantuan banjir bandang Sumatera Barat dari TBIG menjadi contoh bahwa kecepatan dan ketepatan jauh lebih berarti daripada seremoni panjang.
Di tengah meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi, model respons seperti ini menjadi relevan untuk ditiru.
TBIG menunjukkan bahwa infrastruktur bukan hanya soal menara dan jaringan, tetapi juga tentang jaringan kemanusiaan.
Ketika jalan terputus dan waktu terasa lambat, keputusan untuk bergerak cepat menjadi pembeda antara kepedulian simbolik dan aksi nyata.
Bagi warga terdampak, bantuan banjir bandang Sumatera Barat yang tiba tepat waktu adalah bukti bahwa solidaritas masih hidup.