Jokowi pun menyambut baik gagasan tersebut dan berkomitmen untuk mewujudkannya jika terpilih sebagai presiden. Jokowi berjanji untuk menetapkan Hari Santri pada 1 Muharram sesuai usulan tersebut.
"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirahim, saya mendukung 1 Muharram ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Pernyataan ini juga saya tandatangani," kata Jokowi di pesantren tersebut pada malam hari, 27 Juni 2014.
Setelah peristiwa itu, wacana tentang Hari Santri kembali mencuat, namun terdapat pro dan kontra mengenai penetapannya. Beberapa pihak setuju dengan usulan agar penetapannya tidak pada 1 Muharram, namun beberapa pihak lainnya mengusulkan agar ditetapkan tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul Quran.
BACA JUGA:Sejarah Hari Santri, Tema dan Filosofi Logo 2024
BACA JUGA:Peringati Hari Santri Nasional, Eksistensi Santri Kian Diakui pada Karnaval Resolusi Jihad
Di tengah pro dan kontra tersebut, muncul pula usulan tanggal 22 Oktober. Tanggal ini merujuk pada peristiwa bersejarah Resolusi Jihad yang diserukan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 silam. Resolusi tersebut bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan RI setelah Indonesia kembali diserang oleh sekutu.
Usulan inilah yang kemudian diajukan oleh Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU) kala itu, KH Said Aqil Siroj kepada pemerintah untuk ditetapkan sebagai Hari Santri.
Setelah Jokowi terpilih sebagai presiden, ia secara resmi menetapkan Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober. Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang dikeluarkan pada tanggal 15 Oktober 2015.
Sejak ditetapkannya, masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri Nasional pada 22 Oktober setiap tahunnya. Adapun di tahun 2024 ini, peringatan Hari Santri memasuki tahun yang ke-10.