5 Tradisi Budaya Kota Solo yang Masih Lestari hingga Sekarang
Tradisi Budaya Kota Solo yang Masih Lestari Hingga Sekarang-Tangkapan layar diswayjateng.id-
diswayjateng.id - Kota Solo, yang terletak di Jawa Tengah, tidak hanya dikenal karena kulinernya, tetapi juga karena berbagai tradisi budaya Kota Solo yang masih lestari hingga sekarang. Wisata di Solo menawarkan banyak ikon budaya dan tradisi yang mencerminkan kekayaan warisan Jawa, yang diwakili dengan slogan “Solo The Spirit of Java”.
Berbagai tradisi budaya Kota Solo tetap dipertahankan meskipun di tengah perkembangan zaman. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan syukur atas segala rezeki dan nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Untuk menjaga keragaman dan keharmonisan, masyarakat setempat juga meneruskan tradisi ini dari generasi ke generasi.
Bagi Anda yang berencana menghabiskan waktu liburan di Solo, sangat disarankan untuk lebih mengenal beberapa tradisi budaya Kota Solo yang masih dijalankan.
BACA JUGA:10 Oleh-oleh Khas Solo yang Wajib Dibawa Pulang
BACA JUGA:12 Panggung Hiburan Bakal Meriahkan Malam Pergantian Tahun di CFN Solo
Tradisi Budaya Kota Solo yang Masih Lestari Hingga Sekarang
Berikut adalah beberapa tradisi budaya Solo yang masih berlangsung hingga saat ini.
1. Sadranan
Sadranan tidak hanya dilaksanakan di Solo, tetapi juga di berbagai daerah di Jawa. Tradisi ini sering disebut Ruwahan, yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan atau Sya’ban.
Awalnya, masyarakat Hindu dan Buddha pada abad ke-15 melaksanakan Sadranan untuk menghormati roh. Namun, seiring dengan masuknya Islam, makna Sadranan pun bertransformasi. Ritual ini kini dilakukan sebagai permohonan kepada Allah, mirip dengan yang dilakukan oleh Wali Songo, untuk mendoakan arwah leluhur yang telah tiada.
Masyarakat memohon agar Allah mengampuni dosa-dosa leluhur mereka, menerima amal baik yang telah dilakukan, dan menempatkan mereka di tempat yang layak di sisi-Nya. Hingga kini, tradisi Sadranan masih dilestarikan oleh masyarakat di Kota Solo.
2. Sekaten
Sekaten merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh Keraton Solo menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad. Puncak acara ini adalah Grebeg Maulid, di mana masyarakat membagikan gunungan yang berisi makanan mentah seperti sayuran dan makanan matang seperti buah-buahan.
Selain itu, pasar malam juga menjadi bagian dari perayaan Sekaten yang berlangsung selama beberapa minggu. Tradisi yang melekat dalam acara Sekaten adalah penabuhan gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari sebagai tanda dimulainya perayaan.
Ada pula kebiasaan mengunyah daun sirih atau nginang, serta menikmati telur asin. Asal-usul Sekaten bermula pada tahun 1477 ketika Raden Patah mendirikan Masjid Demak. Untuk menarik perhatian masyarakat, syiar Islam dilaksanakan selama tujuh hari menjelang kelahiran Nabi Muhammad.
3. Kirab Malam 1 Sura
Sejarah mencatat bahwa Sultan Agung, penguasa Kerajaan Mataram Islam, adalah orang pertama yang merayakan malam satu Sura. Kirab Malam 1 Sura diadakan untuk merayakan pergantian tahun baru Islam.
Ritual yang dilakukan pada Malam Satu Sura meliputi tapa bisu, tirakatan, kungkum, kirab budaya, dan pencucian benda pusaka. Keunikan ritual Kirab Malam Satu Sura di Solo terletak pada keterlibatan kerbau yang dikenal sebagai kebo bule, yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: