10 Tradisi Jawa Tengah yang Menjadi Warisan Budaya dan Makna Filosofisnya

10 Tradisi Jawa Tengah yang Menjadi Warisan Budaya dan Makna Filosofisnya

Tradisi Jawa Tengah yang Menjadi Warisan Budaya dan Makna Filosofisnya-Tangkapan layar diswayjateng.id-

diswayjateng.id - Tradisi Jawa Tengah yang menjadi warisan budaya dan makna filosofisnya merupakan bagian integral dari kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam dan kaya akan nilai-nilai luhur. 

Tradisi Jawa Tengah yang menjadi warisan budaya dan makna filosofisnya ini mencakup berbagai elemen seperti upacara adat, seni, dan norma-norma sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Memahami tradisi Jawa Tengah yang menjadi warisan budaya dan makna filosofisnya lebih dari sekadar mengenal warisan budaya, ini juga melibatkan pemahaman tentang kearifan lokal dan bagaimana nilai-nilai budaya membentuk karakter serta identitas masyarakat. 

Menurut jurnal "Tradisi Slametan Jawa dalam Perspektif Pendidikan Islam" oleh Ainur Rofiq (2019:95), terdapat banyak tradisi unik dan menarik di Jawa. Mari simak penjelasannya dan baca sampai selesai ya!

BACA JUGA:5 Benteng Bersejarah Peninggalan Belanda di Jawa Tengah

BACA JUGA:4 Wisata Budaya yang Terkenal di Jawa Tengah

Tradisi Jawa Tengah yang Menjadi Warisan Budaya dan Makna Filosofisnya

Suku Jawa memiliki beragam tradisi dan upacara adat yang kaya akan nilai filosofis dan simbolis. Berdasarkan dari beberapa sumber, berikut adalah beberapa tradisi Jawa Tengah yang Menjadi Warisan Budaya.

1. Upacara Tedhak Siten

Tedhak Siten adalah sebuah ritual yang dilaksanakan ketika seorang anak mencapai usia tujuh atau delapan bulan, saat ia mulai belajar untuk berjalan dan menginjak tanah untuk pertama kalinya.

Dalam upacara ini, anak tersebut dibimbing untuk melangkah di atas tanah, menaiki anak tangga, serta memilih berbagai benda yang melambangkan masa depannya. 

Makna Filosofis: Upacara ini menandakan peralihan seorang anak menuju kemandirian. Tanah melambangkan realitas dan kehidupan yang harus dijalani, sedangkan benda-benda yang dipilih mencerminkan berbagai pilihan hidup yang akan dihadapi anak di masa mendatang.

2. Upacara Nyadran  

Nyadran adalah tradisi adat Jawa yang dilaksanakan menjelang bulan Ramadan. Masyarakat berkumpul untuk melakukan ziarah ke makam leluhur, membersihkan kuburan, berdoa, dan membagikan makanan kepada tetangga. Nyadran umumnya dilakukan oleh masyarakat di pedesaan Jawa Tengah dan Yogyakarta.  

Makna Filosofis: Tradisi ini mencerminkan pentingnya persiapan spiritual menjelang bulan suci Ramadan. Nyadran juga menekankan nilai-nilai silaturahmi, penghormatan terhadap leluhur, serta kesadaran akan kehidupan setelah mati.

3. Upacara Tingkeban (Mitoni)

Upacara Tingkeban dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan bagi wanita yang mengandung anak pertama. Kata "Tingkeban" berasal dari istilah "tutup," yang berarti melindungi. Tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon keselamatan bagi ibu dan janin yang dikandung.

Dalam tradisi ini, ibu yang hamil dimandikan dengan air kembang tujuh rupa sebagai simbol penyucian dan pembersihan dari hal-hal negatif. 

Makna Filosofis: Air kembang melambangkan kesucian dan kesejukan, sedangkan angka tujuh dianggap sakral dalam kepercayaan Jawa, melambangkan kesempurnaan dan perlindungan.

4. Upacara Ruwatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: