Dinamika Manusia Menuju Kemuliaannya
Basukiyatno, Dosen Magister Pedagogi UPS Tegal-Tangkapan layar Humas Pascasarjana UPS-
Proses tersebut puncaknya pada latifah nafsi dan latifah kholab. Latifah nafsi berada di antara dua kening, di dalamnya bersemayam nafsu amarah yang bersifat; kikir, serakah, dengki, iri hati dan hasut, bodoh (sulit menerima kebenaran), syahwat (birahi), sombong/ angkuh, marah.
Apabila zikir sudah mampu mengisi latifah ini, maka akan mengisi latifah kholab, yang berada di ubun-ubun. Dalam latifah ini bersemayam Nafsu Kamilah, yang mempunyai sifat; mulia, zuhud, ikhlas, riyadhah (memacu diri dalam ibadah).
Dua nafsu yang saling bertentangan, nafsu amarah merupakan nafsu yang mempunyai keinginan besar yang tidak terkendali, tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jelek, mana yang manfaat dan mana yang merusak. Sebaliknya, nafsu kamilah merupakan bentuk tawakkal secara total, jiwa yang telah sempurna bentuk dan dasarnya sudah cukup untuk mengerjakan kebaikan. Pertentangan kedua nafsu baik dan jelek tersebut berlangsung terus setiap saat.
Bila latifah nafsi dapat mengendalikan nafsu amarahnya, maka keberadaan jiwa seseorang akan melesat ke maqom latifah qolab. Latifah yang berisi nafsu kamilah, nafsu diberi gelar mursyida atau mukammil, yang memiliki ilmu ladunni min’indillah, sehingga merupakan induknya kebaikan qalbu.
Pertentangan antara bisikan syetan dan bisikan malaikat, yang terjadi di antara latifah nafsi dan latifah qolab, yang keduanya berada di bagian depan atas kepala (dahi dan ubun-ubun) manusia. Bagian dahi merupakan tempatnya lobus temporal, yaitu salah satu bagian otak manusia yang berkedudukan sangat penting. Di tempat itu terjadi pemaknaan atas apa yang didengar dan apa yang dicium (Taufiq Pasiak, 2003). Daerah tersebut menurut Ramachandran merupakan bagian otak yang paling bertanggung jawab terhadap respon-respon spiritual dan mistis manusia, yang disebutnya God Spot. Paparan Ramachandran terhadap hasil penelitiannya, tentang penemuan God Spot ditandai dengan adanya pengalaman mistis yang dalam dan kuat, yang indah tidak tergambarkan.
Proses tersebut ternyata terlihat dalam rekaman gelombang otak, pada sebuah daerah pelipis ketika seseorang mengalami pengalaman mistis. Penemuan tersebut diperkuat oleh penelitian teman Ramachandran, yaitu Persinger. Dia membuktikan bahwa daerah lobus temporal (pelipis), merupakan daerah dengan beragam pengalaman mistis, termasuk aktivitas yang muncul karena rangsangan tetabuhan ritmis dalam upacara keagamaan. Bukti-bukti penelitian tersebut, meyakinkan bahwa ada jalur khusus saraf yang berhubungan dengan agama dan pengalaman religius. Peneliti sebelumnya, Erich Fromm, memperkuat bahwa beragama, atau religiusitas sudah menyatu dengan diri manusia.
Lobus temporal dalam otak tersebut merupakan perangkat keras (hardware) dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan perangkat lunak yang dikembangkan di dunia tasawuf /pesantren adalah zikir. Perjalanan spiritual seseorang dapat berlangsung panjang, jauh dan mengasyikkan, dapat pula berlangsung dengan singkat dan segera mencapai ma’rifat. Pencapaian puncak kesempurnaan diri, berupa terbukanya hijab (tabir) sehingga seseorang mencapai kasyaf. Pada maqom (kedudukan) tersebut seseorang mencapai kenikmatan puncak yang keindahannya tidak mampu terkatakan dengan kata-kata. Pengalaman puncak tersebut demikian sangat kuatnya sehingga mampu merubah totalitas kepribadian seseorang.
Seorang morphinis, pezina, dan segudang sandangan jahat lainnya, dengan kesadarannya dapat berubah total, sehingga menjadi pribadi yang sangat agung. Pergolakan pribadi, merupakan perwujudan dari dinamika pengolahan keputusan-keputusan yang harus diambil oleh setiap orang. Proses tersebut terjadi di bagian kepala depan-atas setiap orang. Dalam kajian neurosains tempat tersebut dinamakan lobus temporal, bagian otak yang bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan-keputusan penting bagi setiap orang.
Kajian tasawuf menamakan tempat tersebut latifah nafsi dan latifah qolab. Penerapan konsep Taufiq Pasiak (2003) bahwa pengambilan keputusan secara bertingkat dimulai otak rasional, kemudian otak emosi. Apabila persoalannya sangat berat, sehingga tidak mampu terpecahkan, maka otak spiritual harus bekerja. Dalam hal ini orang akan banyak berharap pada pertolongan Alloh. Jadi sinergi kekuatan manusia, sesungguhnya ada pada kepala depan-atas, yang menjadi tempat lobus temporal, dan latifah nafsi serta latifah qolab. Di tempat itulah berproses berbagai kekuatan, kekuatan otak rasional empirik yang diberi masukan oleh indra orang yang bersangkutan, kekuatan otak emosi yang didasari oleh ingatan-ingatan sebelumnya, serta kekuatan otak spiritual yang diperebutkan antara nafsu amarah dan nafsu kamilah.
Amaliah zikir yang dipraktekkan oleh Pesantren Suryalaya, mampu membimbing berbagai kekuatan tersebut, sehingga ikhwan yang telah rusak pribadinya berubah menjadi orang-orang yang berakhlak mulia. Disitulah manusia mencapai puncak kemuliaannya.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: