Inklusi Keuangan dan Ketidakstabilan Keuangan
Jaka Waskito ( Dosen FEB UPS Tegal)--
Oleh: Jaka Waskito ( Dosen FEB UPS Tegal)
KEBANYAKAN para pembuat kebijakan memandang inklusi keuangan sebagai suatu cara untuk mengurangi kemiskinan dan mempercepat penyebaran kesejahteraan bagi masyarakat. Faktanya, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa akses terhadap layanan keuangan memang dapat mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, perluasan kredit yang berlebihan kepada para peminjam yang tidak layak dan pelonggaran standar persyaratan kredit dapat menyebabkan ketidakstabilan.
Sebagaimana ditunjukkan oleh sub-prime crisis di Amerika Serikat pada tahun 2007 dan krisis keuangan mikro di India pada tahun 2010, perluasan akses terhadap layanan keuangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan dan ketidakpuasan masyarakat apabila tanpa supervisi dan regulasi yang tepat. Ciri umum dari kedua krisis tersebut adalah bahwa meskipun lembaga-lembaga keuangan dapat melaporkan keuntungan yang tinggi selama beberapa tahun melalui pertumbuhan penyaluran pinjaman yang pesat, namun situasi ini menciptakan kelebihan hutang di kalangan para peminjam yang tidak layak, sehingga berkontribusi terhadap ketidakstabilan keuangan dan ketidakpuasan sosial.
Memperhatikan hal ini, maka tatkala pembuat kebijakan nasional semakin mengenali kebijakan-kebijakan yang mendorong inklusi keuangan, para regulator lebih berhati-hati terhadap inklusi keuangan, karena risiko kredit yang semakin tinggi dan minimnya pencatatan yang terkait dengan para peminjam berskala kecil (ESCAP, 2017).
Upaya untuk mendorong inklusi keuangan melahirkan banyak tantangan bagi regulator keuangan dan membutuhkan respons kreatif untuk menjawabnya. Tantangan kuncinya adalah bagaimana mencapai tujuan inklusi keuangan, seperti melalui penyediaan layanan keuangan dasar bagi penduduk miskin sembari menjaga stabilitas sistem keuangan. Pendekatan regulasi yang proporsional merupakan mekanisme yang sangat esensial bagi pengembangan inklusi keuangan dengan tidak mengabaikan stabilitas keuangan. Pendekatan yang dimaksud menyeimbangkan antara risiko dan manfaat dari inklusi keuangan dengan biaya regulasi dan supervisi.
Langkah pertama menuju inklusi keuangan adalah kepemilikan rekening pada lembaga jasa keuangan. Ketergantungan bank terhadap pembiayaan yang bukan inti dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penggunaan rekening dan keragaman basis depositor.
Dalam catatan ESCAP (2017), setiap peningkatan dalam akses terhadap simpanan di bank dapat menurunkan keinginan untuk mencairkan simpanan. Para penabung yang berpendapatan rendah cenderung untuk menjaga perilaku keuangan yang tetap melalui siklus ekonomi dalam bentuk mempertahankan simpanannya.
Dengan demikian, upaya memperluas akses terhadap simpanan dengan memasukkan para penabung yang berpendapatan rendah akan cenderung meningkatkan stabilitas tabungan yang akan memperkuat kondisi likuiditas bank dalam periode sulit. Krisis global yang baru saja berlalu menunjukkan bahwa perbankan yang tidak bergantung pada sumber-sumber dana retail (berskala kecil) yang stabil, tetapi pada pembiayaan berskala besar, mengalami kesulitan untuk mengakses pasar pembiayaan berskala besar, sehingga menyebabkan krisis likuiditas selama berlangsungnya krisis keuangan global.
Penggunaan rekening formal dalam jumlah yang besar juga dapat memperbaiki efisiensi proses intermediasi di antara tabungan dan investasi dengan mengurangi biaya kredit dan memfasilitasi perluasan bisnis melalui peningkatan ketersediaan simpanan berbiaya rendah.
Lebih jauh lagi, karena segmen rumah tangga dan usaha kecil yang belum terlayani oleh lembaga keuangan masih cukup banyak, maka peningkatan penggunaan rekening formal dapat memperbaiki transmisi kebijakan moneter. Inklusi yang lebih tinggi akan mendorong konsumen untuk memindahkan simpanan mereka dari aset-aset fisik dan tunai menjadi tabungan dan membantu lebih banyak konsumen untuk memperlancar konsumsi mereka dari waktu ke waktu. Situasi ini membuat tingkat bunga menjadi alat kebijakan yang lebih efektif dan dapat memfasilitasi upaya bank sentral untuk menjaga stabilitas harga.
Berarti bahwa penggunaan rekening formal yang lebih besar memiliki dampak positif terhadap stabilitas dan efisiensi keuangan. Ketika kebanyakan negara dengan penetrasi rekening yang tinggi mempunyai risiko stabilitas keuangan yang lebih kecil, negara-negara dengan penetrasi rekening yang rendah memiliki efisiensi lembaga keuangan yang rendah pula. Penetrasi rekening oleh karenanya dapat didorong dari perspektif stabilitas keuangan.
Terdapat sejumlah tantangan bagi regulator untuk menciptakan kerangka kerja regulasi yang dapat memfasilitasi penetrasi rekening. Misalnya, regulator harus merancang persyaratan dokumen dengan cermat, sehingga tidak mencegah masyarakat untuk membuka suatu rekening di lembaga keuangan tertentu dengan mempertimbangkan keamanan yang berhubungan dengan pencucian uang. Dengan cara yang sama, regulator harus memperhatikan keseimbangan diantara menyediakan insentif untuk pengembangan teknologi baru yang dapat menimbulkan risiko sistemik bagi perekonomian dengan menjaga kestabilan keuangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan regulasi yang proporsional yang menyeimbangkan biaya dan manfaat dari regulasi yang berhubungan dengan stabilitas keuangan, integritas, dan inklusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: