Demo Imbas Harga Pertamax? Pengamat Energi: Harga BBM Indonesia Paling Murah Kok!

Demo Imbas Harga Pertamax? Pengamat Energi: Harga BBM Indonesia Paling Murah Kok!

JAKARTA, (DiswayJateng) -- Mahasiswa BEM SI pada 11 April 2022 besok bakal menggelar demo besar-besaran, dimana salah satu isunya adalah kenaikan harga BBM non subsidi.

Padahal, berulang kali dijelaskan baik oleh pemerintah maupun Pertamina, apa yang menyebabkan harga BBM non subsidi harus naik.

Tergelitik melihat fenomena tersebut, Pengamat Energi, Mamit Setiawan menanggapi hal itu dengan menguak sejumlah fakta terkait kenaikan harga BBM non subsidi Pertamax tersebut.

Salah satu yang menjadi catatannya adalah, meskipun harga Pertamax naik menjadi Rp12.500 per liter, tetap saja BBM dengan kandungan RON 92 itu masih lebih murah, dibandingkan harga BBM sejenis di negara lain.

"Harga BBM di Indonesia jauh lebih murah jika dibandingkan dengan negara lain. Mengacu kepada Global Petrol Price, harga BBM di Singapura adalah Rp 30.208 per liter, Laos Rp 24.767, Filipina Rp 20.828, Kamboja Rp 20.521, Thailand Rp 19.767, Vietnam Rp 18.647, Indonesia Rp 16.500 dan Malaysia Rp 6.965," ungkap Mamit Setiawan yang merupakan Direktur Eksekutif Energy Watch, kepada Fin.co.id, Minggu 10 April 2022.

Harga BBM di Malaysia lebih murah dikarenakan negara itu menerapkan subsidi Automatic Pricing Mechanism (APM), dimana kebijakan APM ini berfungsi untuk menstabilkan harga bensin seperti bensin RON 95, RON 97 dan solar sampai batas tertentu melalui pemberlakuan pajak penjualan dan subsidi dalam jumlah yang bervariasi.

"Oleh karenanya, perubahan harga eceran dipengaruhi oleh besaran pajak dan subsidi dalam batas tertentu sesuai kebijakan yang ditetapkan pemerintah Malaysia. Selain itu, jalur distribusi di Malaysia jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan Indonesia yang merupakan negara kepulauan," urai Mamit

Menurut dia, saat ini harga minyak secara global memang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini karena harga minyak dunia yang terus naik dimana salah satu persoalannya ada konflik Rusia-Ukraina yang belum juga selesai.

Selain itu, persoalan embargo yang dilakukan negara Barat terhadap produk migas milik Rusia juga ikut mempengaruhi harga komoditas minyak bumi.

Sedangkan Rusia sendiri faktanya memasok 11,4 persen dari total kebutuhan minyak dunia.

"Sebagai contoh, harga BBM di Hongkong mencapai Rp 36.176 per liter, Jerman Rp 34.454 per liter, Italia Rp 34.310 per liter, dan Yunani Rp 32.733 per liter. Jadi, sudah sewajarnya Pertamina menyesuaikan harga BBM umum mereka," kata Mamit

Selain itu, menurut Mamit kenaikan harga Pertamax RON 92 masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan SPBU Swasta lainnya.

Sebagai perbandingan, harga BBM RON 92 yang dijual Shell hari ini berada di Rp.16.500, Vivo Rp 12.900, dan BP-AKR Rp.12.990, sementara Pertamax masih Rp 12.500 per liter.

Dengan demikian menurut Mamit Pertamina masih harus menanggung selisih harga dengan tetap menjaga daya beli masyarakat.

"Apa yang dilakukan oleh Pertamina dengan tidak menyentuh faktor psikologis konsumen Pertamax yaitu di harga Rp 15000-Rp 16.000 per liter sudah tepat. Dengan demikian, hal ini bisa menghindari terjadinya migrasi besar-besaran ke Pertalite mengingat saat ini Pertalite merupakan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP)," ujar Mamit.

Mamit pun memperkirakan migrasi hanya di angka 20 persen-25 persen, itu pun terjadi hanya di awal kenaikan Pertamax.

Setelahnya, konsumen akan beralih kembali ke Pertamax mengingat konsumen Pertamax ini segmented, masyarakat golongan menengah ke atas yang paham akan manfaat dari BBM ron tinggi.

"Seperti pengalaman pribadi saya saat menggunakan Pertalite kok mesin performancenya berkurang. Mesin bunyi 'ngelitik', lebih sering ke SPBU dan pas service jadi lebih banyak yang di ganti. Akhirnya saya kembali menggunakan Pertamax karena dari apa yang saya keluarkan saat menggunakan Pertalite sama saja saat menggunakan Pertamax," pungkas Mamit.

Editor: Ismail Fuad

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: