BACA JUGA:Pro Kontra Fatwa MUI Terkait Larangan Salam Lintas Agama, Begini 5 Sikap Tegas BPIP
BACA JUGA:Konjen RI Hamburg Sambut BPIP dan MPR, Kuatkan Pancasila di Hamburg
Menurutnya, sejarah ”Sang Penggali Pancasila” sejatinya bersih dari cacat hukum sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Ir. Sukarno pada 2012. Oleh karenanya.
Seluruh proses pemulihan nama baik dan sejarah beliau harus terus menerus dikawal. Pemulihan hak-hak konstitusional dan keadilan restoratif bagi Ir. Sukarno dan keluarga beliau pasca pencabutan TAP MPRS No. XXXIII Tahun 1967 harus menjadi agenda penting yang segera dituntaskan demi memberikan penghormatan atas segenap jasa-jasa beliau yang tak terhingga kepada seluruh bangsa dan negara Indonesia.
Dr. (H.C.) Ir. Sukarno merupakan seorang pemimpin bangsa yang sangat penting dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau adalah salah satu dari Sang Dwi Tunggal Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agutus 1945, Presiden Pertama Republik Indonesia, juga tokoh yang menggali Pancasila dari Bumi Nusantara untuk selanjutnya dirumuskan menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia Merdeka disampaikan melalui pidatonya dalam Sidang Pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUPK) pada 1 Juni 1945. Lebih dari separuh hidupnya dibaktikan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan mengenang segala dharmabakti yang telah diberikan, Dr. (H.C.) Ir. Sukarno jelas merupakan sosok pahlawan besar yang mesti diteladani oleh seluruh bangsa Indonesia.
Dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, Kepala BPIP menganggap DKT ini merupakan bagian dari langkah strategis yang tidak saja diperlukan dalam proses pemulihan nama baik Presiden Pertama Republik Indonesia serta keluarga beliau, tetapi juga meluruskan sejarah “sang penggali Pancasila” yang masih kerap terdistorsi akibat tudingan-tudingan politik pasca-1965 yang sesungguhnya tidak berdasar.
BACA JUGA:BPIP Siapkan Paskibraka untuk Tampil Prima
BACA JUGA:Dukungan Bank Mandiri untuk Paskibraka 2024 Mendapatkan Apresiasi dari BPIP
Secara kronologis, upaya pemulihan nama dan sejarah sang proklamator tersebut diprakarsai oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada periode pemerintahan lalu melalui surat Nomor M.HH-HH.04.01-84 yang disampaikan kepada Pimpinan MPR RI pada 13 Agustus 2024.
Maka untuk menindaklanjuti inisiatif tersebut, para pimpinan MPR RI pada 26 Agustus 2024 mengeluarkan Surat Nomor T-1149H/HK.00.00/B-VI/SetjenMPR/08/2024 yang pada intinya menegaskan tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
MPR RI juga berkomitmen untuk terus mengawal pemulihan nama baik Dr. (H.C.) Ir. Soekarno atas ketidakpastian hukum yang adil (fair legal uncertainty) karena isi TAP MPRS Tahun 1967 tersebut tidak pernah dibuktikan kebenarannya melalui proses peradilan.
Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum sesuai ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945. Oleh karena itu, segala tuduhan yang dialamatkan kepada Presiden Sukarno, sebagaimana termuat di dalam Ketetapan MPRS tersebut, secara konstitusional dinyatakan gugur, dan tidak berlaku lagi.
Dalam kesempatan ini, Kepala BPIP mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Para Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, sejarawan, akademisi.
Serta seluruh peserta yang terlibat dalam DKT Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 terhadap Pemulihan Nama Baik Dr. (H.C.) Ir. Sukarno sebagai Tokoh Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia. DKT ini diharapkan menghasilkan rekomendasi bagi seluruh pemangku kepentingan terkait. Diharapkan para pemangku kepentingan.
Untuk dapat berpartisipasi aktif dalam upaya mengawal pemulihan nama baik, hak-hak konstitusional, serta pelurusan sejarah perjuangan ”Sang Penggali Pancasila”, Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno.