Mbak Ita Eks Wali Kota Semarang Ikut Fashion Show di Lapas, Angkat Tema Cinta Ibu

Mbak Ita Eks Wali Kota Semarang Ikut Fashion Show di Lapas, Angkat Tema Cinta Ibu

Eks Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mba Ita ikuti fashion show di lapas perempuan Semarang dalam memperingati hari Ibu.-Wahyu Sulistiyawan-Wahyu Sulistiyawan

SEMARANG, Diswayjateng.com — Di balik tembok tinggi Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang, tampak satu sosok yang tak asing bagi publik Kota Atlas. Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang akrab disapa Mbak Ita, eks Wali Kota Semarang yang menjadi terpidana kasus korupsi dilingku Pemkot Semarang tampil percaya diri mengikuti peragaan busana dalam rangka peringatan Hari Ibu Nasional, Senin, 22 Desember 2025. 

Mengenakan batik berwarna jingga yang berpadu anggun dengan kain batik hijau di tangan, Mbak Ita melangkah di halaman lapas yang disulap menjadi arena fashion show.

Wajahnya tampak sumringah, senyum merekah, seolah menegaskan bahwa ruang pembinaan bukan sekadar tempat menjalani hukuman, tetapi juga ruang refleksi, pembelajaran, dan harapan baru.

Peragaan busana tersebut mengusung tema “Benang Cinta Ibu dari Balik Tangan yang Menguatkan”, sebuah konsep yang menempatkan perempuan, khususnya para ibu warga binaan sebagai pusat narasi. 

BACA JUGA:Memanas, Warga Desa Jeruk Boyolali Bakar Ban Tuntut Pencairan Dana Proyek

BACA JUGA:Mimpi Wisuda Pupus di Tol Krapyak, Pasangan Tunangan Korban Kecelakaan Bus Cahaya Trans

Karya-karya yang ditampilkan merupakan hasil kolaborasi antara warga binaan, pengrajin batik, serta desainer profesional dengan dukungan Indonesian Fashion Chamber (IFC) dan para praktisi fashion nasional.

Di setiap helai kain yang melayang di panggung, tersimpan cerita tentang ketekunan, kesabaran, dan cinta seorang ibu yang tak pernah padam meski terhalang jeruji. Motif-motif batik yang ditampilkan bukan sekadar ornamen estetika, melainkan simbol perjalanan batin, doa, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut, menilai peragaan busana ini memiliki makna jauh lebih dalam daripada sekadar pertunjukan fesyen.

“Ini sebuah peragaan busana yang bergengsi, dengan para desainer berkualitas, namun memiliki pesan sosial yang sangat kuat. Di sinilah kita melihat bagaimana rasa cinta kepada ibu dan sesama diwujudkan melalui karya, empati, dan keberpihakan,” ujar Agustina.

BACA JUGA:Jateng Menjadi Titik Jenuh, Ahmad Luthfi Tinjau Kesiapan Tol Semarang–Solo dan Mampir ke Rest Area 429 A

BACA JUGA:Kisah Menegangkan Pedagang Pasar Pagi Pemalang Saat Kebakaran

Menurut Agustina, lapas bukanlah akhir dari perjalanan hidup seseorang. Masa lalu, kata dia, tidak seharusnya menjadi penghalang bagi siapa pun termasuk perempuan untuk bangkit dan kembali berkontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Ia menegaskan bahwa peran perempuan dan ibu tetap dibutuhkan, termasuk mereka yang saat ini sedang menjalani masa pembinaan. Dengan ruang ekspresi yang tepat, warga binaan justru mampu melahirkan karya bernilai tinggi dan berdampak sosial.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: