Dinsos Kota Semarang Kaji Ulang Stiker Penanda Warga Miskin, Ini Alasannya!
Dinsos Kota Semarang masih mengkaji ulang penempelan stiker untuk warga miskin-wayu sulistiyawan-Wahyu Sulistiyawan
SEMARANG, Diswayjateng.com – Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Sosial (Dinsos) tengah mengkaji ulang kebijakan penempelan stiker penanda keluarga miskin yang selama beberapa tahun diterapkan pada rumah warga penerima bantuan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Sosial Kota Semarang, Endang Sarwiningsih Setyawulan, mengatakan evaluasi terbaru menunjukkan sebagian warga merasa tidak nyaman dengan keberadaan stiker tersebut.
“Setelah dilakukan monitoring dan evaluasi, banyak warga merasa kurang nyaman dengan adanya stiker tersebut. Karena itu sementara waktu kami hentikan sambil mengkaji bentuk pendataan yang lebih ramah,” ujarnya, Senin, 8 Desember 2025.
Sebagai pengganti penanda fisik, Dinsos kini memperkuat peran tim kelurahan dan kader kampung untuk melakukan asesmen langsung kepada warga yang diduga masuk kategori kurang mampu. Langkah ini diharapkan dapat menjaga akurasi pendataan tanpa menimbulkan stigma.
BACA JUGA:Dinsos Kabupaten Tegal Bentuk Kampung Siaga Bencana di Margasari
“Tidak ada penolakan langsung dari masyarakat. Namun kami ingin menjaga martabat warga. Pendataan harus tetap dilakukan, tetapi tanpa memberi label yang membuat mereka merasa kurang nyaman,” tambah Endang.
Endang menjelaskan bahwa penentuan penerima bantuan mengacu pada sistem desil 1 hingga 10. Warga yang berhak menerima bantuan berada pada rentang desil 1 hingga 5, dengan mayoritas penerima berasal dari desil 1 hingga 4.
Ia menegaskan bahwa pemerintah kota hanya melakukan asesmen dan mengusulkan data, sementara penetapan akhir dilakukan Kementerian Sosial melalui integrasi data dengan berbagai lembaga seperti BPS, Kominfo, perbankan, hingga kementerian lainnya.
Sejumlah warga yang merasa berhak menerima bantuan kerap mempertanyakan pencoretan nama mereka. Menurut Endang, hal ini terjadi karena data pusat menunjukkan kondisi yang berbeda.
“Misalnya ada warga yang terjerat judi online atau pinjaman online, sehingga mereka dicoret. Ada pula yang KTP-nya dipakai untuk pinjaman bank, atau anggota keluarganya sudah memiliki penghasilan tetap sesuai UMR,” jelasnya.
Beberapa kasus lain juga ditemukan, di mana warga miskin terindikasi terlibat pinjaman online sehingga otomatis terhapus dari data penerima manfaat berdasarkan hasil integrasi data nasional.
Endang berharap masyarakat memahami bahwa penentuan penerima bantuan bukan sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah.
“Penetapan desil dilakukan melalui kolaborasi data skala nasional sehingga lebih objektif dan menyeluruh,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
