Ribuan Buruh Rokok Dihantui Ancaman PHK, Serikat Pekerja Desak Deregulasi PP 28 Tahun 2024

Ribuan Buruh Rokok Dihantui Ancaman PHK, Serikat Pekerja Desak Deregulasi PP 28 Tahun 2024

Bupati Kudus Samani dukung moratorium cukai dan deregulasi PP 28 tahun 2024.-arief pramono/diswayjateng.id-

KUDUS,  diswayjateng.id- Langkah Pemerintah Pusat melakukan deregulasi terhadap pasal-pasal terkait dengan tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, terus mendapat dukungan sejumlah pihak terkait.

Alasannya, deregulasi ini menyangkut nasib jutaan pekerja rokok dan industri padat karya. Dukungan itu disuarakan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Pusat.

Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto A.S menyebut, sejumlah pasal di dalam PP 28/2024 memang perlu disempurnakan. Bahkan jika memungkinkan dibatalkan. Sebab menghambat terhadap proses kebijakan pemerintah sendiri, terkait dengan penyelamatan industri padat karya.

"Jika sejalan dengan program pemerintah sendiri, kemudian dikaitkan dengan kebijakan padat karya atau industri padat karya, tentunya perlu dilakukan deregulasi," ujar Sudarto saat menghadiri Hari Ulang Tahun Ke-32 FSP RTMM SPSI PUK SP RTMM PT Djarum Kudus, di Lapangan Desa Rendeng, Kudus belum lama ini. 

Menurut Sudarto, PP 28/2024 mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Selain itu, kemasan polos tanpa merek, termasuk promosi berjarak 500 meter serta aturan penempatan etalasenya. 

"Ha itu kan suka tidak suka menghambat penjualan rokok di pasaran. Jika serapan pasarnya rendah, berimbas pada nasib buruh tidak bisa bekerja memproduksi rokok. Jadi, risikonya begitu besar terhadap tenaga kerja," terang Sudarto.

Sudarto mengakui hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Pemerintah, terkait hasil kesepakatan saat FSP RTMM-SPSI melakukan unjuk rasa di Kantor Kementerian Kesehatan tanggal 20 Oktober 2024 lalu.

"Seharusnya apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah pada saat ini benar-benar dibuktikan untuk industri padat karya, khususnya industri hasil tembakau (IHT)," tukas Sudarto.

Pihak FSP RTMM-SPSI konsisten memperjuangkan kelangsungan nasib buruh rokok. Sudarto mengedepankan dialog dan berharap DPR RI khususnya di Komisi IX bisa menjambatani aspirasi para buruh rokok. 

"Dalam aksi senam sehat di Kudus ini terdapat ribuan pekerja yang memerlukan perhatian dari Pemerintah, dan harus diselamatkan dari berbagai regulasi yang menurut kami mengancam kelangsungan kehidupan mereka, pekerjaan mereka, bahkan penghasilan mereka," papar Sudarto.

Tidak hanya menyoroti PP 28/2024 saja, Sudarto juga mendesak adanya moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama 3 tahun ke depan. Alasannya, kondisi ekonomi global dan domestik yang tidak menentu, serta tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Ketika harga rokok semakin mahal, tentu susah laku dan bahkan kalah bersaing dengan rokok ilegal yang dijual murah karena tanpa cukai,” tandas Sudarto.

Sudarto juga menyoal terkait kehadiran Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pihak FSP RTMM-SPSI tidak menolak regulasi, namun regulasi seharusnya memberi ruang kehidupan kepada buruh rokok. 

“Mereka butuh kerja, mereka butuh penghasilan. Dan saat ini kami sedang sulit pekerjaan dan sulit orang yang mau membayar upah. Jangan tambah penderitaan mereka," pinta Sudarto. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait