Fee Dana Aspirasi DPRD Sragen, Kades Anggap Hal Yang Wajar

Anggota DPRD Sragen saat menggelar sidak--Mukhtarul Hafidh / diswayjateng.id
SRAGEN, diswayjateng.id – Dugaan praktik pemungutan uang muka (DP) dari dana bantuan aspirasi DPRD di Desa Pelemgadung, Karangmalang, Sragen menuai sorotan di kalangan warga. Anehnya, potongan itu dianggap Kades hal yang lumrah dan wajar.
Penerima bantuan di RT 07 mengaku diminta menyetor 10 persen dari total bantuan yang seharusnya mereka terima.
Dugaan praktik serupa juga terjadi di sejumlah RT lain di desa tersebut. "Di RT lain juga sama," ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini menjadi lebih memprihatinkan lantaran dana yang semestinya menjadi hak masyarakat justru disyaratkan DP sebelum pencairan. Menurut kesaksian warga, mereka bahkan dituntut untuk menyerahkan uang muka minimal 5 persen kepada oknum perangkat desa.
"Tahun 2024 kemarin dapat bantuan Rp 70 juta, tapi harus bayar DP Rp 4 juta dulu," terang warga tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, transaksi DP ini tidak disertai dengan bukti kwitansi atau surat resmi. Warga mengaku pasrah karena khawatir jika tidak menyetor, bantuan yang dijanjikan tidak akan cair atau bahkan dialihkan. Kondisi ini menimbulkan keresahan dan rasa dirugikan di tengah masyarakat.
Kabar yang beredar menyebutkan bahwa praktik ini akan kembali diterapkan pada tahun 2025. Wacana wajib DP bahkan sudah dibicarakan secara terbuka, seolah menjadi hal yang normal dalam pengurusan bantuan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Pelemgadung, Bekti Priyo Sambodo, menjelaskan bahwa pemerintah desa hanyalah pelaksana. "Kalau soal itu, pemerintah desa sekadar pelaksana. Hal-hal seperti itu dengan dewan MoU-nya, kita tidak tahu," ujarnya.
Bekti menambahkan, pihaknya menjembatani antara dewan dan penerima manfaat. Mengenai oknum yang dimaksud, ia mengaku belum mengetahui. Namun, ia menduga praktik semacam itu biasanya langsung berinteraksi dengan warga penerima manfaat.
"Nuwun sewu kalau seperti itu, kalau warga sepakat ya wajar-wajar saja," kata Bekti saat dihubungi wartawan Rabu (28/5)
Dia menegaskan bahwa pemerintah desa tidak berani mengurangi pagu bantuan karena dapat melanggar spesifikasi.
Bekti juga menyebut bahwa dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) sudah tersedia alokasi untuk upah tukang atau tenaga kerja sesuai peraturan bupati. "Maka diupayakan swadaya untuk mengganti itu," jelasnya.
Ia menduga ada oknum yang tidak menyukai pemerintahan desa dan mengaku kaget dengan isu yang beredar. "Sebetulnya sesuai kesepakatan dengan penerima manfaat wilayah. Di Pelemgadung tidak begitu banyak dana aspirasi," imbuhnya.
Bekti mengklaim bahwa kelompok masyarakat (Pokmas) sudah memahami kondisi tersebut, meskipun persentasenya seadanya. "Ada pendampingan pasti, dari pendamping desa, kecamatan dikawal. Kalau di sini aman. Sebenarnya sudah kesepakatan kemarin," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: