AJI Semarang Kecam Dugaan Intervensi Wartawan dalam Kasus Penembakan Siswa SMKN 4

AJI Semarang Kecam Dugaan Intervensi Wartawan dalam Kasus Penembakan Siswa SMKN 4

SEMARANG, diswayjateng.id – Dugaan intervensi oleh wartawan dalam penanganan kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang yang dilakukan oleh pihak kepolisian mendapat sorotan tajam dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang.

 

Ketua AJI Semarang, Aris Mulyawan, mengecam keras tindakan wartawan yang diduga mencoba menutupi fakta terkait kematian siswa bernama Gamma Rizky Oktavian (GRO).

 

“Perbuatan seperti itu menciderai prinsip dasar jurnalisme, yaitu menyampaikan kebenaran tanpa keberpihakan tertentu. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik,” tegas Aris dalam rilis resmi pada Selasa, 3 Desember 2024.

 

Keterlibatan wartawan terungkap dari pengakuan seorang kerabat keluarga korban berinisial S. 




Kerabat ini mengaku, sehari selepas terjadinya peristiwa penembakan yang menewaskan almarhum GRO, keluarga didatangi Kapolrestabes  Semarang Kombes Irwan Anwar bersama seorang wartawan bercirikan berbadan gempal, Senin (25 Nopember 2024 malam. 

 

Perwakilan keluarga ini telah ditunjukkan foto seorang wartawan yang dimaksud dan dia membenarkan. 

Dalam pertemuan itu, keluarga diminta menandatangani surat pernyataan dan membuat video yang menyatakan mereka telah mengikhlaskan kematian almarhum, namun permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak keluarga.

Aris menyoroti bahwa tindakan wartawan tersebut bertentangan dengan prinsip kemerdekaan pers yang dijamin oleh Pasal 4 UU Pers.

 

 Kemerdekaan ini mencakup hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi demi kepentingan publik.

 

 Ironisnya, dalam kasus ini, wartawan justru menghalangi rekan sejawat untuk meliput kasus GRO dengan alasan menunggu rilis resmi dari pihak kepolisian setelah Pilkada 2024.

 

Pasal 18 UU Pers menyebutkan bahwa setiap upaya yang sengaja menghalangi kerja pers dapat dipidana hingga 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta. 

 

“Mirisnya, pelanggaran ini justru dilakukan oleh seorang wartawan sendiri,” tambah Aris.

 

AJI Semarang juga menekankan bahwa wartawan memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas profesi dengan tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik, tidak memanfaatkan posisi untuk keuntungan pribadi, dan memberikan suara kepada pihak yang tidak mampu menyuarakan pendapatnya.

 

“Kasus ini adalah tamparan keras bagi dunia jurnalisme di Semarang. Wartawan harus berpihak kepada publik, kebenaran, dan keadilan, sesuai dengan amanat UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Wartawan bukan humas kepolisian,” tutup Aris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: