Remitansi dan Pengurangan Kemiskinan
--
Oleh: Jaka Waskito
Dosen FEB UPS Tegal
REMITANSI didefinisikan sebagai “cross-border, person-to- person payments of relatively low value” (IFAD dan World Bank, 2015). REMITANSI telah menjadi elemen kunci bagi agenda pembangunan global dalam kurun waktu sekitar 15 tahun terakhir. Jika dipahami dengan baik, maka aliran REMITANSI dapat digunakan untuk menarik penduduk keluar dari kemiskinan, membangun infrastruktur ekonomi, dan menyediakan aliran pendapatan tambahan bagi sektor keuangan di negara asal para pekerja migran. Mereka menghasilkan sekumpulan instrumen yang kuat untuk merubah hidup mereka melalui tabungan atau investasi. Dengan mengenali fenomena dampak REMITANSI terhadap pembangunan dan peran inklusi keuangan melalui REMITANSI, maka pemerintah dan sektor swasta dapat mencari cara untuk memaksimalkan dampak REMITANSI dengan meningkatkan skala implementasi dari berbagai kebijakan dan model-model yang berhasil. Melalui perubahan kebijakan dan intervensinya, individu dapat dibawa ke dalam sistem keuangan untuk mencapai tujuan keuangannya. Di samping itu, dapat dibangun pula infrastruktur keuangan untuk suatu wilayah, khususnya di perdesaan, untuk mengangkat komunitasnya keluar dari kemiskinan.
Aliran uang dari pekerja migran sebanyak US$ 500 milyar telah membawa dampak yang luar biasa terhadap komunitas lokal yang beranggotakan jutaan keluarga. Para pekerja migran rata-rata mengirimkan sekitar US$ 200 per bulan, meskipun seringkali tidak rutin. Sekalipun jumlah ini relatif kecil, tetapi dapat mencapai 50 persen dari pendapatan keluarga di negara asal pekerja migran tersebut. Karena itu, aliran uang remitansi menjadi sandaran yang penting bagi jutaan individu atau rumah tangga. Uang kiriman ini membantu banyak keluarga dalam meningkatkan standar kehidupan mereka diatas tingkat subsisten dan menurunkan tingkat kerawanan. Lebih jauh lagi, uang dari remitansi dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kewirausahaan. Remitansi seringkali menjadi pengalaman pertama bagi penerimanya untuk terlibat di dalam layanan keuangan. Pembayaran dari seseorang ke orang lain kerapkali menjadi titik awal dan pemicu bagi inklusi keuangan.
Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil memiliki tantangan ganda untuk memperluas akses terhadap layanan keuangan dan kisaran produk keuangan untuk ditawarkan kepada para pengirim dan penerima remitansi. Sektor swasta yang dimaksud meliputi perbankan, LKM, jaringan kantor pos, perusahaan telepon seluler, dan lain sebagainya. Fakta menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keuangan dapat tidak mau atau tidak mampu menyediakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan populasi tertentu yang terabaikan, sehingga mereka cenderung menggunakan layanan keuangan yang tidak resmi.
Migran di berbagai belahan dunia selama ini telah menggunakan dan bergantung pada remitansi. Sedangkan sektor keuangan telah menyediakan layanan transfer uang yang efisien. Dengan demikian, remitansi dapat menjadi jalur bagi mereka yang belum terlayani menuju kepentingan sektor keuangan. Pada situasi seperti ini remitansi seolah-olah menjadi kewarganegaraan keuangan, karena menciptakan suatu titik awal untuk mengembangkan layanan keuangan lainnya secara inklusif dan berkelanjutan (IFAD dan World Bank, 2015).
Suatu transaksi atau rekening simpanan dapat menjadi batu loncatan bagi inklusi keuangan yang lebih baik. Dikatakan demikian karena menyediakan suatu jalur untuk layanan keuangan bertanggung jawab yang lebih luas yang disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan yang lebih beragam dan kuat. Ketika remitansi diterima melalui intermediasi keuangan yang diatur, maka simpanan dapat terbentuk dan diinvestasikan kembali pada komunitas lokal. Simpanan dalam konteks ini bertindak selaku mesin pembangunan lokal, selain dapat menjadi penyangga untuk mengantisipasi ketidakstabilan pada tingkat ekonomi makro.
Mashayekhi (2015) menegaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat di antara remitansi, inklusi keuangan dan pengurangan kemiskinan. Remitansi mewakili aliran uang yang utama dan tetap/rutin yang meningkatkan pendapatan rumah tangga dan belanja layanan sosial (misalnya kesehatan dan pendidikan). Remitansi berkontribusi untuk meningkatkan permintaan layanan keuangan dengan membuat penerima uang lebih dekat untuk bergabung dengan sektor keuangan formal. Para penyedia layanan keuangan telah mengenali potensi ini dan mulai menawarkan layanan tambahan untuk melengkapi rekening remitansi. Secara lebih spesifik, Mashayekhi (2015) mengemukakan bahwa remitansi sebagai aliran keuangan dan perluasan dalam layanan keuangan akan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan manusia. Setiap peningkatan 10 persen dari remitansi dapat mendorong pengurangan 3,5 persen dari pangsa penduduk yang hidup dalam kemiskinan.
Faktor utama yang menjadi kendala remitansi adalah biaya transfer. Oleh karena itu, sangat penting membuat sistem transfer yang lebih murah dan efisien. Setiap pengurangan biaya remitansi sebesar 5 persen diperkirakan dapat mendatangkan US$ 15 milyar simpanan. Dalam praktiknya, biaya remitansi tergantung pada beberapa variabel. Bank-bank komersial merupakan jalur remitansi yang paling mahal, yaitu berkisar 12,1 persen. Sedangkan kantor-kantor pos membebankan biaya remitansi yang paling murah, yaitu hanya 4,7 persen. Adapun organisasi-organisasi transfer uang yang menjadi koridor andalan sebagian besar pekerja migran mengenakan biaya remitansi rata-rata sebesar 6,6 persen. Biaya transfer remitansi dari rekening ke rekening diketahui masih lebih mahal dibandingkan dengan layanan pengiriman remitansi secara tunai ke tunai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jateng.disway.id