Data Stok Pangan Berbeda, Firman Soebagyo Soroti Kementan dan Kemendag

Data Stok Pangan Berbeda, Firman Soebagyo Soroti Kementan dan Kemendag

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo. --

Jakarta  (DiswayJateng) - Perbedaan data terkait ketersediaan stok pangan beras nasional antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendapat sorotan tajam dari DPR RI. 
 
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, meminta dua kementerian tersebut tidak boleh main-main dalam mengelola data agar tak menjadi perdebatan publik.
 
Selama ini, kata politisi senior Partai Golkar itu, selalu ada grey area (abu-abu) data antara Kementan dan Kemendag. Sehingga hal tersebut mudah dipermainkan siapa pun yang memiliki kepentingan.
 
"Oleh karena itu, siapa sebenarnya mempunyai otoritas dan berhak untuk menetapkan data, maka BPS (Badan Pusat Statistik) yang berhak untuk menetapkan data. Karena BPS merupakan lembaga negara punya tanggung jawab," tegas Firman Soebagyo, dalam keterangan pers, Jumat (30/12).
 
 
Politisi asal Pati itu menjelaskan dua hal penting terkait ketersedian stok pangan beras nasional. Pertama, jika salah menatapkan data produksi, berpotensi menimbulkan efek negatif bagi petani.
 
"Seharusnya tidak perlu impor, apalagi produki nasional sudah mencukupi. Mungkin karena perbedaan data Kemendag tidak akurat maka akhirnya impor dan dapat mengakibatkan kekecewaan serta melemahkan semangat petani. Akibatnya pasti harga beras merosot tajam dan petani tidak mampu bersaing," ujar Firman.
 
Kedua, lanjut Firman, apabila data produksi Kementan salah, maka akan berdampak negatif bagi pemerintah. Jika stok beras nasional tidak mencukupi maka akan terjadi gejolak dan krisis pangan di masyarakat.
 
Firman menuturkan, jika terjadi lonjakan harga kebutuhan pangan pokok maka akan berdampak kenaikan inflasi tidak terkendali.
 
 
"Jadi akibat data tidak sinkron ini, maka ada unsur-unsur negatif harus dihadapi. Untuk itu karena kesimpangsiuran data ini pemerintah harus menyikapi dengan serius agar tidak terjadi perdebatan berkelanjutan seperti ini," ungkap Firman.
 
Sejak 2009, Firman selalu mengritisi karena tidak pernah sinkron antara data produksi Kementan dan Kemendag. Terlebih, adanya anomali cuaca ekstrem yang terjadi saat ini sehingga semua harus waspada.
 
Firman juga mengungkapkan banyak negara di dunia terancam krisis pangan seperti yang dirilis IMF dan Word Bank karena pangan adalah hak asasi manusia. World Bank akhir-akhir ini juga telah mengumumkan harga beras di Indonesia termahal di tingkat ASEAN karena dilepas dengan mekanisme pasar.
 
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyoroti polemik beras yang sempat terjadi. Menteri Pertanian (Mentan) Sahrul Yasin Limpo mengklaim produksi beras surplus 7 juta ton.(*)
 
 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: