Tembak Menembak
Catatan DIS'Way Jateng --
Dokumen itu dibawa dengan helikopter. Lalu diangkut dengan pesawat ke Florida. Disimpan di Mar-a-Lago.
Presiden Trump kini banyak berurusan dengan dokumen rahasia. Masih banyak dokumen lainnya yang dipersoalkan. Sebagian sudah dibakar.
Ada juga yang disobek-sobek untuk dimasukkan toilet. Trump diberitakan punya kebiasaan itu: membuang sobekan dokumen ke closset. Lalu di-flush. Media penting Amerika baru saja memuat foto sobekan dokumen yang masih tersisa di dasar closet. Masih terbaca nama seseorang di kertas itu. Di balik air closet yang jernih.
Anggota DPR itu, Perry, juga sering ke Gedung Putih. Terutama di hari-hari akhir tersebut.
Bahkan Perry sempat memaksa Trump agar Jaksa Agung diganti. Jaksa Agung saat itu dianggap kurang membela Trump –dalam menggagalkan hasil Pilpres 2020.
Perry membawa nama calon penggantinya: Jeffry Clark. Itu bukan nama tokoh penting. Juga bukan pejabat elite di Departemen Kehakiman. Ia salah satu dari banyak asisten di lembaga itu.
Tapi Clark menjamin bisa membuat hasil Pilpres berubah.
Perry terus mendesak Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows, untuk segera memproses pengangkatan Clark. Trump, katanya, perlu Jaksa Agung yang bisa diandalkan.
"Waktunya sudah mepet," ujar Perry pada CNN yang jadi sumber tulisan ini. Ia mengingatkan waktu berjalan terus. Dengan cepat. "Tinggal 11 hari lagi sudah tanggal 6 Januari," ujar Perry. Itulah tanggal pengesahan hasil Pilpres. Lalu, 25 hari lagi Presiden baru sudah harus dilantik.
Kalau sampai tanggal 6 Januari hasil Pilpres disahkan di Senat Amerika, fatal bagi Trump. Keinginannya jadi presiden lagi wassalam.
Sebenarnya tanggal 6 itu hanya pengesahan formalitas. Suara Pilpres sudah disahkan di masing-masing negara bagian.
Hanya saja yang memimpin sidang pengesahan itu adalah Wakil Presiden Mike Pence. Trump sangat berharap wapres berani membalikkan hasil pemungutan suara itu.
Trump sebenarnya sudah setuju pengangkatan Clark sebagai Jaksa Agung baru. Clark juga sudah dibawa Perry ke Gedung Putih. Tidak bisa berdalih. Di buku tamu pos depan Gedung Putih ada nama Perry dan Clark pada hari itu.
Gagal. Alias belum nasibnya.
Pengangkatan Clark ini urung hanya karena ada perkembangan baru: terjadi pengunduran diri masal di staf Departemen Kehakiman dan di staf Gedung Putih. Waktu pun kian mepet.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: