Kasus DB di Pekalongan Meningkat Tajam

Kasus DB di Pekalongan Meningkat Tajam

PENGASAPAN - Salah satu upaya untuk kendalikan kasus DB, Dinkes lakukan fogging-Hadi Waluyo-Radar Tegal

KAJEN (Disway Jateng) - Kasus penyakit demam berdarah (DB) di Kabupaten Pekalongan di awal 2022 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan kejadian di 2021. Hal itu dikatakan Subkoordinator P2PTM Dan PM Dinkes Sudaryanto.

Sudaryanto menjelaskan, pada Januari 2021 ada sekitar 34 kasus. Di Januari 2022 ada 62 kasus. Peningkatannya hampir dua kali lipat. ”Kalau untuk endemisnya situasinya masih sama seperti tahun kemarin. Memang wilayah-wilayah yang selama ini ada kasus demam berdarah hampir setiap saat bisa terulang di situ juga,” terang dia.

Dikatakannya, faktor pemicu demam berdarah banyak. Paling utama ialah faktor lingkungan. Angka bebas jentik di Kota Santri tergolong masih rendah. ABJ di angka 60 persen - 65 persen. ”Ini menjadi salah satu faktor risiko, karena nyamuknya pasti ada,: ujarnya.

Kedua, kata dia, mobilitas orang. Sama dengan Covid, mobilitas tinggi jadi faktor risiko penyebarannya. ”Seseorang yang menderita sakit kan tidak pasti menunjukkan gejala. Jika kondisinya fit, ada virus demam berdarah di tubuhnya tapi dia ndak sakit. Tapi begitu dia digigit nyamuk, disedot darahnya. Nyamuk itu lalu gigit orang yang lemah posisinya, pindah lah virus ke orang yang lemah itu. Akhirnya orang yang lemah itu baru muncul gejalanya,” terang dia.

Ketiga, lanjut dia, pengetahuan masyarakat masih kurang tentang DB. Menurut dia, masyarakat cenderung ambil jalan pintas saat sakit. ”Penderita akan cenderung beli obat ke warung. Setelah ndak turun-turun panasnya baru dia akan mencari bidan, perawat, atau dokter. Ini bisa sebabkan fatalitas seperti kematian," ungkapnya.

Meski belum ada kasus kematian, peningkatan kasus DB perlu disikapi dengan bijak. Masyarakat diajak kembali untuk meningkatkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pola hidup bersih dan sehat harus digalakkan untuk antisipasi.

DIa mengatakan, berdasarkan data di Dinas Kesehatan, angka bebas jentik (ABJ) di Kabupaten Pekalongan masih rendah atau masih di bawah ideal. Idealnya, ABJ itu 95 persen. Dimana ABJ di kisaran 60 persen hingga 65 persen. Artinya, faktor risiko penyebaran DB akibat gigitan nyamuk Aedes aigypti masih cukup tinggi.

Sudaryanto mengaku terus menggerakkan masyarakat terutama kader untuk lakukan monitoring jentik. Tapi jika itu tidak didukung partisilasi masyarakat, tidak akan berhasil. "Karena kunjungan mungkin hanya seminggu atau dua minggu sekali. Nyamuk itu netesnya cepat. Kami harapkan ada upaya dari teman-teman kader untuk memantau jentik tapi juga ada peran aktif dari masyarakat secara mandiri," tandasnya.

Dia menyinggung soal fogging (pengasapan). Menurut dia, Dinkes lakukan fogging berdasarkan surat edaran Kementerian Kesehatan. Pertama, fogging dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi. "Apa itu epidemiologi. Kunjungan ke kasus. Di sana dinilai. Angka bebas jentiknya berapa. Ada kasus tambahan atau tidak. Itu nanti dituangkan dalam sebuah laporan. Kita nanti kaji di tingkat kabupaten. Ini apakah harus segera kita fogging atau cukup dengan PSN," terang dia.

Diakuinya, jika ada kasus DB masyarakat ingin lingkungan langsung difogging. Padahal menentukan seseorang sakif DB atau tidak, itu ada kriterianya. Ada nilai laboratoriumnya. Di antaranya, trombositnya di bawah 100 ribu, dan ada kenaikan hematokrit lebih dari 25 persen. "Itu baru masuk DB. Kalau ndak berarti suspek," katanya.

Yang patut diingat, lanjut dia, fogging itu tidak menyelesaikan masalah. Hanya mengendalikan kasus. "Kita fogging dari jam 6 pagi, jam 9 selesai. Jika ada uget-uget (jentik) di bak mandi, di penampungan air, di tandon, di ban bekas, yang tidak dibersihkan oleh masyarakat. Maka jam 12 siang sudah netes. Nyamuknya sudah beterbangan lagi. Ini kan juga menjadi sebuah faktor risiko. Jika kita fogging, kita harapkan masyarakat kerja bakti bersihkan lingkungam dan menguras bak mandi. Selagi lagi tidak ada kesadaran bersama, fogging ndak ada manfaatnya," ujar dia.

Direktur RSUD Kajen dr Imam Prasetyo sebelumnya mengungkapkan, DB biasanya panas 2 sampai 7 hari. Hari ke 3, 4, dan 5 harus diperhatikan sekali. Kurva panasnya kayak pelana kuda. ”Hari satu dua naik, hari 3, 4, 5 turun, nanti hari ke 6, 7 baru naik. Biasanya pertolongannya itu di hari ke 3, 4, 5. Masyarakat waspada di hari ketiga, empat, dan lima,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radar tegal