Gugatan Ditolak oleh MK, Ini Reaksi Yusril

Gugatan Ditolak oleh MK, Ini Reaksi Yusril

Yusril Ihza Mahendra Jawab Sindiran Netizen di Twiiter-Facebook Yusril Ihza Mahendra---

JAKARTA (DiswayJateng) - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini bukan lagi the guardian of the constitution, tetap lebih tepatnya the guardian of oligarchy

Pernyataan Yusril itu muncul menanggapi gugatan yang diajukan PBB terkait uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang ditolak MK. 

 

 

"MK bukan lagi the guardian of the constitution, dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy," ujar Yusril lewat keterangan tertulis-nya dikutip Jumat (8/7).

 

"Ini adalah sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi dan perjalanan politik bangsa kita" sambung dia. 

 

Dia mengatakan, MK berulang kali menolak permohonan pengujian terhadap Pasal 222 UU Pemilu, walaupun para Pemohon mengajukan pengujian dengan pasal UUD 45 yang berbeda dan argumentasi konstitusional yang berbeda.


Dalam permohonan kali ini, MK menyatakan permohonan para anggota DPD tidak punya legal standing, maka dinyatakan tidak dapat diterima. 

"PBB punya legal standing tetapi permohonannya ditolak seluruhnya. MK tetap kukuh dengan putusan sebelumnya, yang mungkin dianggap sebagai 'yurisprudensi' yang menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu adalah konstitusional dan tak bertentangan dengan UUD 45" katanya. 

Yusril menilai, MK selalu mengemukakan argumen bahwa norma Pasal 222 itu adalah untuk memperkuat sistem presidensial.

Padahal, executive heavy yang ada dalam UUD 45 sebelum amandemen sudah sejak lama ditentang.

 

Menurutnya, UUD 45 pasca amandemen justru menciptakan check and balances antar lembaga negara.

 

"Tidak ada hubungan korelatif antara presidential treshold dengan penguatan sistem presidensial sebagaimana selama ini didalilkan MK," ujar Yusril

 

Dia mengatakan bahwa pasal 222 itu adalah open legal policy Presiden dan DPR yang tidak dapat dinilai oleh MK.

 

"Saya telah membantah seluruh argumentasi hukum MK tersebut, namun sampai saat ini MK tetap kukuh dengan pendiriannya bahwa Pasal 222 UU Pemilu adalah konstitusional" kata Yusril

 

Dia menilai, MK tidak seharusnya kukuh dengan pendapatnya semula, karena zaman terus berubah dan argumen hukum juga terus berkembang.

 

Dia menambahkan, sikap MK yang menolak permohonan PBB dan anggota DPR serta para penggugat lainnya, menandakan demokrasi terancam. 


"Demokrasi kita kini semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan" ujarnya. 

Dia mengatakan, calon Presiden dan Wakil Presiden yang muncul hanya itu-itu saja dari dari kelompok kekuatan politik besar di DPR yang baik sendiri atau secara gabungan mempunyai 20 persen kursi di DPR.

 

"Hal yang paling aneh dalam demokrasi kita akan terjadi. Calon presiden yang maju adalah calon yang didukung oleh parpol berdasarkan treshold hasil Pileg lima tahun sebelumnya" katanya. 

 

 

"Padahal dalam lima tahun itu, para pemilih dalam pemilu sudah berubah, formasi koalisi dan kekuatan politik juga sudah berubah. Namun segala keanehan ini tetap ingin dipertahankan MK" tutur pakar hukum tata negara ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: fin.co .id