Eka dari Lampung Terpesona Nyadran Kali Kandri Semarang: Guyub, Sakral, dan Penuh Makna

Eka dari Lampung Terpesona Nyadran Kali Kandri Semarang: Guyub, Sakral, dan Penuh Makna

Prosesi pengambilan air sendang dilakukan pada tradisi Kirab Budaya Nyadran Kali Kandri Semarang, Minggu 7 Desember 2025.-wayu sulistiyawan-Wahyu Sulistiyawan

SEMARANG, DiswayJateng.com — Tradisi Nyadran Kali kembali digelar masyarakat Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Ritual budaya ini diawali kirab dari Sendang Kali Kidul yang berlokasi di jalan Kandri Raya menuju Sendang Gede Jalan Kandri Barat dengan melibatkan sembilan pasang penari berpakaian serba putih yang membawa jun (tempat air dari tanah liat) sebagai simbol kesucian sumber kehidupan. 

Kirab yang menempuh jarak sekitar 700 meter itu juga dimeriahkan dengan gunungan hasil bumi, kepala kerbau, serta aneka makanan yang nantinya dinikmati bersama warga usai upacara. Prosesi inti berupa pengambilan air dari tujuh mata air di RW1 yang sudah dicampurkan pada ritual pengambilan air sendang pada Sabtu 6 Desember 2025 malam untuk disiramkan ke tanah pertenankan warga. 

Arak-arakan ini juga merupakan puncak rangkaian Nyadran Kali yang sebelumnya dilakukan bersih-bersih sendang setiap Kamis Kliwon, 2 Desember 2025 sebagai ungkapan syukur atas melimpahnya sumber air yang menopang kehidupan masyarakat Kandri. 

Salah satu pengunjung, Eka Retno Putri, warga asal Pringsewu, Lampung, mengaku terkesan dengan kekuatan budaya yang tetap terjaga di tengah perkembangan zaman. Eka mengatakan dirinya datang khusus untuk menyaksikan tradisi tersebut.

BACA JUGA:Menjelang Nyadran, Warga Kandri Bersihkan Tujuh Sendang sebagai Ungkapan Syukur

“Saya sengaja ke sini karena penasaran dengan acara seperti ini. Di kampung saya di Sumatera jarang ada tradisi yang begitu guyub. Warganya saling merangkul meski tidak sedarah,” ujarnya kepada Diswayjateng.id, Minggu 7 Desember 2025. 

Eka menilai pelestarian budaya di Kandri terasa sangat kuat, terutama unsur kejawen yang tetap dipertahankan tanpa menghilangkan sentuhan modern. Ia juga kagum karena generasi muda masih aktif terlibat dalam kegiatan adat.

“Anak-anak mudanya masih mau menari dan mengikuti adat. Ini bagus sekali dan perlu dicontoh daerah lain,” tambahnya.

Sudah setahun tinggal dan bekerja di Semarang, Eka mengaku baru pertama kali melihat langsung prosesi Nyadran Kali. Ia mengetahui informasi kegiatan ini dari pihak Omah Alas yang kemudian mengajaknya mengundang teman-temannya untuk ikut hadir.

“Begitu melihat kirabnya, saya benar-benar amazed. Di luar ekspektasi, saya mengikuti dari awal sampai akhir,” katanya.

Tradisi Nyadran Kali di Kandri menjadi agenda budaya tahunan yang tidak hanya memperkuat nilai spiritual dan sosial masyarakat setempat, tetapi juga menarik minat wisatawan luar daerah yang ingin menyaksikan kekayaan budaya Jawa yang masih lestari. 

Tradisi yang telah berlangsung turun-temurun ini bukan sekadar ritual bersih sendang. Bagi warga Kandri, Nyadran Kali adalah cara untuk mengingat asal-usul, merawat sumber kehidupan, menjaga hubungan antarwarga, serta mengajarkan kembali nilai-nilai leluhur kepada generasi muda.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: