Rizal, Pemuda Serabutan Itu Kini Jadi Bos Batik Tulis, Ekspor Sampai Inggris
Rizal, Alumni Rumah Batik TBIG Pekalongan 1--IST/dok pri
"Secara programnya bagus, mereka ngasih pelatihan, edukasi tentang cara pembuatan batik tanpa memungut biaya sepeserpun. Bahkan mereka membimbing secara pengetahuan dan lain lain bagi yang mau berkembang," tuturnya.
Sepengetahuannya, program rumah Batik TBIG itu pun makin bagus dengan adanya Koperasi Bangun Bersama (KBB) dengan sistem permodalannya.
Rizal pun hingga saat ini masih aktif di Rumah Batik TBIG dan tetap saling suport. Misalnya, menyuplai kebutuhan koperasi dan sebagainya.
"Tinggal bagaimana personalnya mau berkembang atau engga. Kalau boleh ngasih pesen, untuk teman teman lain jangan pernah menyerah dalam berproses. Tekun saja dalam menjalani, pasti menemukan jalannya," tuturnya.
Rumah Batik TBIG
Rumah Batik TBIG adalah salah satu program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tower Bersama Infrastructur, Tbk di bidang pilar Budaya.
Head of CSR Department Tower Bersama Group, Fahmi Sutan AlatasFahmi Sutan Alatas menyebut bahwa alasan memilih pelestarian batik bukan sekadar soal motif.
“Batik bukan soal motif, tapi soal identitas nasional,” jelas Fahmi.
Mereka melatih anak muda—bahkan penyandang disabilitas—membatik secara tradisional, bukan instan. Tapi bukan cuma skill yang ditransfer. Ada pendekatan ekonomi nyata: pelatihan dilanjutkan dengan inkubasi bisnis.
“Kalau produknya bagus, kami beli. Kalau belum, kami tantang untuk perbaiki sampai layak jual,” kata Fahmi.
Bisnis model Rumah Batik ini dimulai dari survei lapangan sejak 2013. Mereka identifikasi pain point pembatik: distribusi lambat, modal mahal, dan minim kepastian. TBIG hadir sebagai pain reliever.

Kegiatan di Rumah Batik TBIG Pekalongan, program CSR TBIG (1)--IST/Instagram Rumah Batik TBIG
"Kami bangun koperasi. Modal diberikan tanpa bunga. Produk dibeli tunai. Distribusi ditanggung. Risiko diambil oleh TBIG," jelasnya.
Beberapa alumni bahkan sudah punya workshop sendiri dengan puluhan karyawan. Salah satunya Bimo, mantan tukang parkir terminal yang kini desainer batik digital di butik ternama di Sidoarjo.
10 tahun sejak berdiri rumah Batik TBIG sudah memberi pelatihan pada 328 orang. Lalu juga 32 siswa difabel.
Jumlah pengunjungan eduwisata Rumah Batik TBIG pun mencapai 1.291 orang.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
