JAKARTA (Disway Jateng) – Memasuki musim Pancaroba Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 1.175 bencana hidrometeorologi selama periode 1 Januari hingga 3 April 2022.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyebut kejadian bencana alam yang mendominasi adalah cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor. Bencana alam tersebut mengakibatkan 80 jiwa meninggal dunia, 10 hilang, 1,67 juta jiwa menderita dan mengungsi, serta 605 jiwa luka-luka. BNPB memerinci bencana alam akibat banjir sebanyak 459 kejadian, 428 akibat cuaca ekstrem, 213 kasus tanah longsor, 58 kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), sembilan kali gempa bumi, serta delapan kasus gelombang pasang dan abrasi.
Adapun dampak kerusakan yang diakibatkan berbagai bencana alam tersebut membuat 20.962 rumah rusak yang terdiri dari 3.505 rusak berat, 3.919 rusak sedang, dan 13.538 rusak ringan. Selain itu membuat 568 fasilitas umum rusak yang terdiri dari 365 fasilitas pendidikan, 143 rumah peribadatan, dan 60 fasilitas kesehatan. Bencana juga menyebabkan 66 kantor dan 72 jembatan rusak. Abdul meminta masyarakat untuk meningkatkan kewasapdaan mengingat sejumlah wilayah di Indonesia sudah mulai memasuki musim pancaroba.
"Waspada, beberapa tempat di Indonesia sudah mulai masuk musim pancaroba, di mana karakteristik utama didominasi oleh cuaca ekstrem, baik itu angin kencang dengan atau tanpa hujan," ujar dia. Menurutnya, beberapa cuaca ekstrem yang perlu diwaspadai adalah puting beliung maupun hujan intensitas tinggi dengan durasi pendek masih berpotensi terjadi hingga pertengahan April tahun ini.
"Tetapi tentu saja tidak mengurangi kewaspadaan kita di beberapa tempat yang masih memungkinkan terjadinya hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi panjang," katanya.
Dia pun mengimbau seluruh masyarakat Indonesia membiasakan diri melihat prakiraan cuaca. Jika terjadi cuaca ekstrem pada saat kita sedang beraktivitas di luar ruang, ia meminta masyarakat untuk hindari pohon besar, papan reklame maupun tiang listrik yang besar. "Karena ini adalah potensi risiko yang bisa berakibat pada luka maupun fatalitas," ujar Abdul Muhari. (antara/jpnn)