UNNES Hidupkan Tradisi Tawu Sendang sebagai Upaya Konservasi dan Pelestarian Mata Air Sekar Gading

UNNES Hidupkan Tradisi Tawu Sendang sebagai Upaya Konservasi dan Pelestarian Mata Air Sekar Gading

Sejumlah civitas akademi Unnes mengikuti ritual Tawu Sendang di Sendang Alit Selar Gading, Gunungpati, Kota Semarang -wayu sulistiyawan-Wahyu Sulistiyawan

SEMARANG, diswayjateng.com — Aroma kemenyan, taburan bunga, serta langkah pelan para penari mengiringi arak-arakan sesaji dari Asrama Mahasiswa UNNES menuju Sendang Alit Sekar Gading di Kelurahan Kalisegoro, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

Tradisi bertajuk “Tawu Sendang” ini merupakan ritual membersihkan dan merawat mata air yang dilaksanakan oleh Universitas Negeri Semarang (UNNES) sebagai bentuk penghormatan pada alam dan pelestarian sumber air yang menyokong kehidupan warga sekitar.

Bagi masyarakat Jawa, “tawu” bermakna resik-resik, membersihkan sesuatu yang dianggap suci sekaligus vital bagi keberlangsungan hidup. Dan di UNNES, tawu sendang kini menjadi simbol kembalinya kesadaran ekologis dan kearifan lokal. 

Rektor UNNES S. Martono menyampaikan air adalah sumber kehidupan sekaligus pengingat bahwa manusia harus bersahabat dengan alam.

BACA JUGA:Gandeng SMA Negeri 2 Brebes, Unnes Gaungkan SDG 16 Melalui Pendidikan Politik ‎

“Air itulah yang membuat kita hidup. Maka kita harus bersahabat dengan air. Beri jalan yang baik dan bersih untuk air, maka air akan memberi kebaikan bagi kita,” ujar Martono, Rabu 3 Desember 2025.

Ia mengingatkan bahwa di kawasan Sekaran hingga Banaran terdapat lebih dari 10 sendang yang selama ini menjadi sumber kebutuhan warga. Namun tak sedikit yang mulai rusak akibat pemanfaatan berlebihan, terutama pemasangan pipa-pipa sedot oleh warga secara mandiri.

“Itu pemaksaan namanya. Ke depan, kami koordinasi dengan Pemkot untuk menyatukan pipa-pipa menjadi saluran resmi yang adil. Selama ini siapa yang pompanya kuat, dia yang dapat banyak,” tegasnya.

Rektor UNNES juga menyinggung bahwa beberapa waktu terakhir kampus kerap mengalami banjir karena saluran air tidak dirawat.

“Beberapa kali lingkungan kampus banjir. Air ‘marah’ karena jalannya ditutup, dan sempat viral,” katanya.

Dari situlah gagasan “Tawu Sendang” lahir sebagai upaya memulihkan hubungan manusia dengan air. Sendang Sekar Gading, atau Sendang Alit, bukan sembarang mata air. Ia menyimpan jejak sejarah panjang yang merentang hingga abad ke-15.

Menurut kisah turun-temurun, sendang ini menjadi tempat pertemuan Ki Sekar, sesepuh Sekaran, dengan Sunan Kalijaga dalam misi mencari kayu jati yang hilang, yakni kayu yang kelak menjadi penyangga Masjid Agung Demak.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: